Kamis, 14 Maret 2013

KULIAH NYAMBI LOPER KORAN


KULIAH NYAMBI LOPER KORAN
(Sumber; Malang Post, Familia, halaman 16, Rabu, 22 Februari 2012)

Muhtadi lahir dari keluarga besar dengan anak berjumlah 11. Ia sendiri merupakan anak kesepuluh. Ayahnya seorang kepala desa (1948-1983) di Glagah, Kabupaten Lamongan sedangkan ibunya ibu rumah tangga.
Sejak remaja, Muhtadi sudah terbiasa hidup berjauhan dengan ayah dan ibunya. Tepatnya setelah lulus SD dan Madrasah Ibtidaiyah, ia memilih nyantri di PP Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik. Ia menuntut ilmu di pesantren tersebut hingga lulus Madrasah Tsanawiyah.
Saat masuk ke bangku SMA, Muhtadi memilih nyantri di PGA Ma’arif Bojonegoro. Tidak hanya nyantri, di sana ia pernah diminta menjadi sekretaris umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) cabang Bojonegoro. Ia seringkali diajak oleh salah satu gurunya Bapak Abdul Mukti, BA yang kebetulan sebagai Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU berkeliling ke beberapa desa di Kabupaten Bojonegoro untuk mengunjungi beberapa Madrasah yang bernaung di LP Ma’arif NU Cabang Bojonegoro. Berkat keaktifannya di IPNU dan Lembaga Pendidikan Ma’arif tersebut hingga akhirnya bertemu dengan salah satu pengurus NU cabang yang juga agen Koran.
“Sejak awal saya suka membaca Koran. Agar tidak mengganggu uang kebutuhan sekolah, atau justru dapat mengatasi kebutuhan sekolah tanpa menunggu kiriman orang tua, Muhtadi berupaya mencari cara agar bisa membaca koran secara gratis.  Begitu kenalan dengan pengurus NU yang juga agen koran itu, saya langsung menawarkan diri menjadi loper Koran dan dikabulkan,” ungkap Muhtadi.
Muhtadi menjalani hari-harinya swebagai loper koran dengan hati. Selain bias membaca dengan gratis, ia juga bias mengetahui dan masuk rumah para tokoh saat mengantarkan koran. Pekerjaan ini dilakukannya pada pagi hari sebelum jam sekolah sampai pukul 07.00 dan sore hari  sekitar pukul 17.00, hingga lulus PGA 6 tahun.
Setelah lulus, Muhtadi melanjutkan pendidikan di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Kebiasaan main-main dengan Koran ini masih diteruskan selama duduk di bangku kuliah. Penjualannya justru semakin meningkat karena ia tidak hanya menjual Koran tetapi juga buku, majalah ilmiah dan jurnal.
Tak hanya itu, berita yang terdapat di surat kabar diklasifikasi dan dikliping, lalu dijilid menjadi satu dengan cover yang bertajuk ”Sinar Dunia” dan kemudian dijual kepada mahasiswa, para dosen dan dikirim ke beberapa koperasi mahasiswa, al. Kopma IKIP Surabaya (sekarang UNESA), Kopma ITS, dan Kopma UNAIR. Pekerjaan ini tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga mengajak teman-teman lain.
“Kegiatan ini saya lakukan agar tetap bisa mempertahankan kebiasaan membaca dan memiliki buku, majalah, jurnal dan Koran hasil usaha sendiri. Selain itu saya bisa membiayai hidup sendiri tanpa menunggu kiriman orang tua dan memberdayakan teman-teman di kampus,” ungkapnya sembari bernostalgia masa-masa kuliah (nda/han)

0 komentar:

Posting Komentar