KULIAH NYAMBI LOPER KORAN
(Sumber; Malang Post, Familia, halaman 16, Rabu, 22 Februari 2012)
Muhtadi lahir dari keluarga besar dengan anak
berjumlah 11. Ia sendiri merupakan anak kesepuluh. Ayahnya seorang kepala desa
(1948-1983) di Glagah, Kabupaten Lamongan sedangkan ibunya ibu rumah tangga.
Sejak remaja, Muhtadi sudah terbiasa hidup
berjauhan dengan ayah dan ibunya. Tepatnya setelah lulus SD dan Madrasah
Ibtidaiyah, ia memilih nyantri di PP Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik. Ia
menuntut ilmu di pesantren tersebut hingga lulus Madrasah Tsanawiyah.
Saat masuk ke bangku SMA, Muhtadi memilih nyantri
di PGA Ma’arif Bojonegoro. Tidak hanya nyantri, di sana ia pernah diminta
menjadi sekretaris umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) cabang
Bojonegoro. Ia seringkali diajak oleh salah satu gurunya Bapak Abdul Mukti, BA
yang kebetulan sebagai Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU berkeliling ke
beberapa desa di Kabupaten Bojonegoro untuk mengunjungi beberapa Madrasah yang
bernaung di LP Ma’arif NU Cabang Bojonegoro. Berkat keaktifannya di IPNU dan
Lembaga Pendidikan Ma’arif tersebut hingga akhirnya bertemu dengan salah satu
pengurus NU cabang yang juga agen Koran.
“Sejak awal saya suka membaca Koran. Agar tidak
mengganggu uang kebutuhan sekolah, atau justru dapat mengatasi kebutuhan
sekolah tanpa menunggu kiriman orang tua, Muhtadi berupaya mencari cara agar
bisa membaca koran secara gratis. Begitu
kenalan dengan pengurus NU yang juga agen koran itu, saya langsung menawarkan
diri menjadi loper Koran dan dikabulkan,” ungkap Muhtadi.
Muhtadi menjalani hari-harinya swebagai loper koran
dengan hati. Selain bias membaca dengan gratis, ia juga bias mengetahui dan
masuk rumah para tokoh saat mengantarkan koran. Pekerjaan ini dilakukannya pada
pagi hari sebelum jam sekolah sampai pukul 07.00 dan sore hari sekitar pukul 17.00, hingga lulus PGA 6 tahun.
Setelah lulus, Muhtadi melanjutkan pendidikan di
IAIN Sunan Ampel Surabaya. Kebiasaan main-main dengan Koran ini masih
diteruskan selama duduk di bangku kuliah. Penjualannya justru semakin meningkat
karena ia tidak hanya menjual Koran tetapi juga buku, majalah ilmiah dan
jurnal.
Tak hanya itu, berita yang terdapat di surat kabar
diklasifikasi dan dikliping, lalu dijilid menjadi satu dengan cover yang
bertajuk ”Sinar Dunia” dan kemudian dijual kepada mahasiswa, para dosen
dan dikirim ke beberapa koperasi mahasiswa, al. Kopma IKIP Surabaya (sekarang
UNESA), Kopma ITS, dan Kopma UNAIR. Pekerjaan ini tidak hanya dilakukan sendiri
tetapi juga mengajak teman-teman lain.
“Kegiatan
ini saya lakukan agar tetap bisa mempertahankan kebiasaan membaca dan memiliki
buku, majalah, jurnal dan Koran hasil usaha sendiri. Selain itu saya bisa
membiayai hidup sendiri tanpa menunggu kiriman orang tua dan memberdayakan
teman-teman di kampus,” ungkapnya sembari bernostalgia masa-masa kuliah (nda/han)
0 komentar:
Posting Komentar