Senin, 15 Juli 2013

RAMADHAN; Musim Obral Besar Pahala



Bismillahirrahmanirrahim,
Bulan Ramadhan yang penuh hikmah dan maghfirah, tak ubahnya seperti musim obral pahala bagi kaum muslimin. Dalam suatu hadis Nabi SAW diriwayatkan  oleh Ibnu Huzaimah dari sahabat Salman al-Farisi disebutkan bahwa “beramal sunnah pada bulan Ramadhan dinilai laksana beramal fardhu di bulan lain. Sedang beramal fardhu di dalamnya dinilai sama dengan tujuh puluh kali amal fardhu di bulan lain”. Jika ditelusuri kiranya akan banyak didapati obral pahala dari berbagai ibadah di dalamnya.

Ibadah umrah di bulan Ramadhan misalnya, ia diobral nilainya menjadi serupa dengan ibadah haji bersama Rasulullah SAW, sebagaimana sabda beliau, yang artinya; “Umrah di bulan Ramadhan nilainya sebanding dengan ibadah haji bersamaku” Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Dalam obral pahala di bulan Ramadhan berlaku pula pada amalan bersedekah, memberi nafakah, memberi makanan berbuka, dan membaca tasbih/kalimat thayyibah lainnya.
Pada setiap malam di bulan Ramadhan kaum muslimin selalu melaksanakan shalat tarawih secara berjamah. Tarawih atau juga disebut dengan “qiyamu Ramadhan” merupakan  kegiatan ibadah ritual khas Ramadhan. Menurut al-Qasthallani, shalat sunnah sehabis shalat Isya’ sampai menjelang subuh di bulan Ramadhan ini dinamakan “tarawih”, karena dilakukan oleh para sahabat dengan waktu yang lama dan panjang. Karena lama dan panjangnya setiap selesai melakukan dua rakaat dan salam, mereka beristirahat (rohah/rehat) sebentar. Bagi penduduk Makkah, waktu istirahat ini sering digunakan untuk thawaf, tradisi di Indonesia dibacakan bilal dan shalawat.
Ibadah khas Ramadhan inipun, tidak luput pula dari obral pahala, Dalam hadis masyhur disebutkan yang artinya; “Barangsiapa melaksanakan qiyamu Ramadhan dengan penuh keimanan dan ikhlas (semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT) maka diampuni dosa-dosanya  yang telah lalu”. Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim.
Ada tiga pendapat ulama berkaitan dengan jumlah atau bilangan rakaat tarawih; pertama, 18 rakaat ditambah 3 rakaat witir. Pendapat ini disamakan dengan qiyamullail yang lazim dilakukan pada bulan-bulan yang lain. Kedua, 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir. Pendapat ini didasari atas konsensus ulama yang dipromotori pertama kali oleh sahabat Umar ibnul Khaththab. Ketiga, 30 rakaat. Hal ini seperti dilakukan oleh penduduk Madinah pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam rangka ghibthah (berharap secara positif) dapat menyamai ibadah tarawih 20  rakaat  penduduk Mekkah yang leluasa menambah dengan thawaf mengelilingi Ka’bah. Pendapat ketiga ini diikuti oleh Imam Malik bin Anas (pendiri madzhab Maliki)
Terlepas dari bilangan rakaat yang kita pilih, dalam ibadah tarawih hendaknya dilakukan dengan khusyu’ dan tadlarru’ serta menegakkan adab-adab di dalamnya. Tergesa-gesa semata-mata karena mengejar kuantitas rakaat tertentu, tentu tidak dibilang bagus. Dan yang lebih penting adalah dilakukan secara istiqamah pada setiap malam yang penuh mubarak tersebut.  
Pada kesempatan obral pahala yang begitu “wah” ini, kehadiran bulan Ramadhan selalu dinanti-nantikan oleh setiap orang yang beriman. Karenanya, ketika jelang Ramadhan tiba diharapkan disambut dengan suka-cita bak menyambut tamu agung yang dirindukan kedatangannya. Ketika jelang Ramadhan berakhir perasaan sedih dan galau menyelimuti, justru Jununjungan kita Nabi Muhammad SAW menangis tersedu-sedu, karena segera berpisah dengan Ramadhan seperti perpisahan antara dua kekasih yang sangat dicintainya.
Begitu pentingnya bulan Ramadhan, Mualla bin Fadhl seperti disebut oleh Ibnu Rajab al-Hambali, bahwa para sahabat membagi dua belas bulan menjadi dua bagian. Bagian pertama (enam bulan pertama), para sahabat selalu berdoa agar bisa mendapati bulan  Ramadhan yang akan datang dan bisa beribadah dengan sebaik-baiknya. Bagian kedua (enam bulan berikutnya), mereka memohon kepada Allah SWT agar berkenan menerima puasa dan amal ibadah lainnya yang telah dilakukan pada bulan Ramadhan yang lalu.
Bagi orang yang memahami nilai besar dari obral pahala ini, ia akan bersemangat dan berkeinginan yang sangat kuat agar bulan-bulan dalam setahun seluruhnya berganti menjadi bulan Ramadhan, atau berharap, bila bulan Ramadhan waktunya diperpanjang sampai setahun penuh. Tentu harapan ini tidak mungkin, tetapi dengan kemurahan dan kasih sayang Allah SWT dan Rasulullah SAW, nilai satu bulan justru dapat disamakan atau malah melebihi nilai dua belas bulan, khususnya bagi mereka yang betul-betul mau memanfaatkan moment tersebut dengan sebaik-baiknya. Semoga termasuk bagian dari orang-orang yang selalu merindukan kedatangan bulan Ramadhan, amin...
Wallahu a’lam bi al-Shawab..

0 komentar:

Posting Komentar