Senin, 15 April 2013

SEJAK SEKOLAH DASAR BELAJAR INTEGRATIF

SEJAK SEKOLAH DASAR BELAJAR INTEGRATIF


Seolah sudah menjadi kewajiban ketika sekolah di masa kecil, -belajar agama adalah yang paling penting-. Walaupun sudah belajar dan terdaftar  sebagai murid di Sekolah Dasar (SD) tetapi masih harus belajar di madrasah. Tidak hanya itu, tetapi harus juga mengaji di guru ngaji.
Demikian situasi yang pernah saya alami pada masa kecil hidup di kampung, desa Glagah kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. Ketika itu, saya masih berkumpul dengan keluarga dari lahir sampai lulus Sekolah Dasar Negeri dan lulus Madrasah Ibtidaiyah (1955-1968).
Sebagaimana anak-anak sebaya lainnya, pagi hari saya belajar di Sekolah Dasar Negeri Glagah Lamongan, dan sore harinya belajar di Madrasah Ibtidaiyah Falahiyah Glagah Lamongan. Lulus dari dua sekolah tersebut secara bersamaan, yaitu tahun 1968. Tidak cukup belajar pada kedua lembaga pendidikan formal tersebut, tetapi malam hari setelah solat Maghrib bertempat di Masjid dan pagi hari setelah solat Subuh belajar secara informal, yaitu mengaji al-Qur’an. Guru mengajinya sama, yaitu al-maghfur lah Kyai Nasuhah, paman saya yang mukhlis dan tampat sangat berwibawa.
Setelah lulus sekolah di kampung, mengikuti jejak teman-teman senior sekampung belajar nyantri di Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik yang diasuh oleh Kyai sepuh, yaitu al-Mukarrom KH. Muhammad Soleh menantu al-Mukarrom KH. Ismail.  Di Pesantren, mengikuti dua program pendidikan; belajar di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Assa’adah Sampurnan Bungah sebagai lembaga pendidikan formal, dan mengikuti beberapa kegiatan pendidikan informal; mengaji al-Qur’an, beberapa pengajian kitab klasik (kitab kuning), dan kegiatan suplemen lainnya.
Ketika masuk pesantren, saya mendaftar di Madrasah Ibtidaiyah, tidak di tingkat Tsanawiyah, dan memilih masuk di kelas 5. Kenapa mengulang kelas 5, padahal sudah lulus SD dan MI ? Lagi-lagi karena mengikuti jejak dan saran senior yang lebih dulu mondok. Mereka memberi informasi bahwa pelajaran MI di pesantren Bungah itu sulit, khususnya mata pelajaran agama, seperti Tauhid, Fiqh, Akhlaq, al-Qur’an, Hadis, Tarikh, dan Bahasa Arab. Untuk bahasa Arab masih dipecah lagi menjadi beberapa mata pelajaran; Muhadasah, Insya’, Muthala’ah, Ilmu Nahwu (Kaidah Bahasa Arab/Grametika Bahasa Arab), Ilmu Sharaf , dan I’lal. Sebagian besar pelajaran tersebut memakai sistem hafalan, karena buku yang dipakai semuanya berbahasa Arab.
Berdasar informasi dan saran dari  para senior, saya mengikutinya. Selama mengikuti pelajaran di kelas 5 dan 6 saya sama sekali tidak merasa ada kesulitan, justru selalu meraih prestasi kedua terbaik, setelah posisi pertama selalu diraih oleh sahabat idola saya; Moh. As’ad Toha. Posisi ini berlanjut sampai kelas 3 Madrasah Tsanawiyah, karena saya tidak pernah berhasil merubah posisi untuk naik pada posisi pertama. Karena prestasi itu, maka setiap akhir tahun saya selalu mendapatkan penghargaan berupa seperangkat alat sekolah. Kalau dilihat bentuk hadiahnya sepertinya tidak terlalu istimewa, tetapi ada kebanggaan tersendiri ketika mendapatkan kesempatan naik panggung setelah diumumkan dan dipanggil untuk menerima  hadiah tersebut pada acara tahunan yang disebut dengan haflah al-imtihan.  
Pada akhir tahun kelas 6, saya bersama-sama teman sekelas menerima dua ijasah sekaligus; pertama, Ijasah Madrasah Ibtidaiyah Assa’adah Sampurnan Bungah (25 Desember 1970) dan kedua, Ijasah Sekolah Dasar Negeri (SDN) extranie (persamaan/1970), karena disamping harus menempuh ujian akhir di Madrasah juga diikutkan ujian SD.
Jadi untuk ijasah sekolah tingkat dasar, saya memiliki 4 ijasah; 2 ijasah saya peroleh ketika sekolah di kampung berupa ijasah Madrasah Ibtidaiyah Falahiyah dan ijasah Sekolah Dasar Negeri Glagah Lamongan, dan 2 ijasah ketika di pesantren. Dari  4 ijasah tersebut yang masih tersimpan dengan baik hanya satu, yaitu Ijasah Madrasah Ibtidaiyah yang saya peroleh dari Pondok Pesantren, tiga lainnya tidak terlacak posisinya.
Lulus Madrasah Ibtidaiyah saya melanjutkan ke tingkat selanjutnya, yaitu Madrasah Tsanawiyah Assa’adah Sampurnan Bungah Gresik, lembaga pendidikan di bawah naungan Pondok Pesantren. Sebagaimana ketika di Madrasah Ibtidaiyah, pelajaran di Madrasah Tsanawiyah juga ada mata pelajaran umum (seperti Aljabar, Ilmu Ukur, Sejarah Umum/Dunia, Ilmu Bumi, Ilmu hayat, dll). Proses belajar di Tasnawiyah saya tempuh selama tiga tahun sampai lulus dengan memperoleh ijasah dari madrasah Tsanawiyah tersebut (1973).
Setelah lulus madrasah Tsanawiyah saya melanjutkan ke tingkat berikutnya, yaitu madrasah Aliyah Assa’adah, dibawah naungan Pondok Pesantren yang sama. Masa belajar di Aliyah yang seharusnya ditempuh selama 3 tahun, hanya saya lakukan 2 tahun saja. Pasalnya adalah pada tahun kedua (1975) dengan inisiatif sendiri saya pindah sekolah tidak tahu kemana. Tetapi pada akhirnya mengambil keputusan untuk meneruskan di PGA 6 tahun (Pendidikan Guru Agama 6 Tahun) Ma’arif di Bojonegoro, setelah mendapatkan ijasah PGA 4 Tahun (1975). Ijasah tersebut saya peroleh ketika Kepala Madrasah Aliyah memberi kesempatan kepada beberapa siswa untuk mengikuti ujian extranie (persamaan).
Kepindahan saya dari Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah sebenarnya tidak hanya karena memiliki ijasah PGAN 4 Tahun, namun ada alasan lain, yaitu saya sangat merasa kehilangan sahabat yang tidak hanya saya idolakan tetapi sekaligus sebagai kompetitor. Setelah lulus Tsanawiyah, sahabat saya tadi pindah mondok di PP Mambaul Ma’arif  Denanyar Jombang. Siapa gerangan sahabat saya tersebut; yaitu sahabat Moh. As’ad Toha (sekarang tokoh di Gresik; pengelola Perguruan Tinggi di Pesantren, Anggota Legislatif, Pengurus Partai Politik, dan Muballigh). Semoga Alla SWT senantiasa memberikan Rahmah dan kesehatan kepadanya, amien.
Di PGA 6 Tahun cukup saya tempuh selama dua tahun saja. Setelah lulus dengan ijasah PGAN 6 Tahun (1977) saya mencoba mengikuti tes masuk di IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Alhamdulillah diterima di Fakultas Syariah (1977). Pada 1982 lulus Sarjana Muda (Sarmud) setelah menempuh ujian Tugas Akhir dengan Risalah yang berjudul “ Proses Kasasi di Pengadilan Agama Surabaya”.
Lulus Sarmud mengikuti tes masuk Program Doktoral, masih di Fakultas yang sama. Dari hasil tes bersama dengan 13 yang lain saya diterima di Jurusan Tafsir Hadis (TH). Sekarang jurusan tersebut  ada di Fakultas Ushuluddin.  Merasa kurang pas tentang hasil tes, saya mencoba menghadap ke Dekan dengan mohon bisa di jurusan yang lain, yaitu Jurusan Peradilan Agama (PA). Hasilnya, saya mendapat “amarah” (maksudnya penjelasan dan nasehat) dengan menyatakan : “Kamu ini bagaimana, yang diterima di jurusan TH itu adalah peserta yang hasil tesnya terbaik. Sisanya masuk di Jurusan PA dan Jurusan Muamalah. Kemudian beliau menruskan ucapannya; sudah, tidak bisa dirubah-rubah, kamu tetap di Jurusan TH.”
Tahun 1985 lulus sebagai Sarjana Lengkap (Sarleng) setelah dinyatakan lulus ujian skripsi (21 Agustus 1985) dengan judul “Al-Qur’an dan Sistem Perekonomian” dengan pembimbing al-maghfur lah Bapak Drs. H. Zen Soeprapto dekan Fakultas Syari’ah pada waktu itu. Tim penguji skripsi, al-maghfur lah Bapk. Prof. Dr. H. Abdul Djalal, HA, al-maghfur lah Bapak Drs. HM. Sofwan Dasuki dan pembimbing.
Beberapa tahun berikutnya mencoba melanjutkan studi Program Pascasarjana di Program Magister Agama dengan konsentrasi Ekonomi Islam PPS Universitas Muhammadiyah Malang. Lulus tahun 2003 dengan tesis yang berjudul “Aplikasi Pengelolaan Dana ZIS Pada Lembaga Zakat, Infa dan Shadaah (Lagzis) Kota Malang” di  bawah bimbingan Bapak Dr. Iwan Triyuwono, Ak.,M.,Ec sebagai pembimbing utama dan Bapak Drs. M. Qasim Ahsin, MA sebagai pembimbing pendamping.  Tim penguji tesis (7 Januari 2003), Bapak Dr. H. Muhaimin, MA, Drs. HM. Munir, MA, dan dua pembimbing tesis.
Selang beberapa tahun kemudian melanjutkan studi di Program Doktor (S-3) Program Studi Ilmu Ke-Islaman dengan konsentrasi Sosiologi Ekonomi Islam pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. Lulus 1 Pebruari 2011 dengan disertasi yang berjudul “Pola Pemahaman Agama dan Perilaku Ekonomi Masyarakat Perajin Tempe di Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Malang”. Tim penguji ketika promisi (ujian terbuka) adalah Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA (Ketua/Penguji), Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA (Sekretaris/Penguji), Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si (Promotor/Penguji), Prof. Drs. HM. Syafiie Idrus, M.Ec., Ph.D (Promotor/Penguji), Prof. Dr. H. Muslich Anshori, SE., M.Sc. Ak (Penguji Utama), Prof. Dr. HM. Zainul Arifin, MA (Penguji), dan Prof. Dr. H. Isma’il Nawawi, MPA., M.Si (Penguji).
Disampin latar pendidikan formal diatas, saya juga berkesempatan mengikuti bebera event edukasi informal, yaitu antara lain; A. Regional Training Session for Guidence Counsellor, in the field of Islamic Education and Arabic Language, Jakarta, 11-16 Oct. 1999, Pelatihan Perancangan & Pengembangan Penjaminan Mutu Berbasis SPM-PT & SMM ISO 9001:2000, Training on Management of Islamic Higher Educational Institutions, 26-31 Agustus 2002, di Malaysia dan Singapure, Training on Manajemen Pembinaan Kegiatan Kemahasiswaan Serawak Malaysia,  Training on Management Sudent Wellfare,  Paguyuban Pembantu Rektor III dan Pembantu Ketua III UIN/IAIN/STAIN se Indonesia di UNIMAS Serawak Malaysia 21-26 Oktober 2004, dan Training Programme on University Management Academic Officials of The State Islamic University of Malang to Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), 8-17 November 2006.
Dari bebera catatan di atas, mulai dari sekolah dasar sampai program doctor, model pengembangan kajian yang saya tempuh dan ikuti adalah berbasis integrative. Bagaimana tidak, wong ketika di sekolah di tingkat dasar sampai menengah atas selalu mempelajari dua bidang ilmu, yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Walaupun masih terkesan ada dualisme ilmu, tetapi tanpa terasa dalam prakteknya keduanya selalu terpakai dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga, ketika di program Magister, saya mencoba mengintegrasikan antara ilmu manajemen (konvensional) dengan system pengelolaan zakat. Yang terakhir, ketika program doctor, justru saya masuk di tiga ranah keilmuan sekaligus, yaitu ilmu sosiologi, ilmu ekonomi, dan agama. Wallahu a’lam bi al’Shawab.

Malang, 15 April 2013
HA. Muhtadi Ridwan     



0 komentar:

Posting Komentar