Senin, 11 Maret 2013

STUDI REFERENSI HADIS STANDART ( SHAHIH IMAM MUSLIM 204 – 261 H); Bagian keempat

Biografi Imam Muslim

Lahir dengan nama “Muslim” bergelar kemudian Hujjatul Islam Abu al-Husain, pada tahun 204 H atau tahun 206 H menurut perhitungan Imam al-Hakim dalam kitabnya Ulama’u al-Amsar. Ayah beliau bernama al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburiy dikenal sebagai tokoh ulama di negerinya. Qusyair adalah nama sebuah buku Arab terkenal, dengan demikian Imam Muslim berdarah keturunan Arab. Naisabur tempat kelahiran Imam Muslim merupakan wilayah bagian utara negara Iran.

Imam Muslim wafat pada hari Ahad tanggal 25 Rajab tahun 261 H dalam usia 55 tahun dan tempat pemakamannya di Nasabarad Naisabur. Beliau wafat pada pagi hari setelah semalam penuh berusaha mencari teks sebuah hadis yang dipertanyakan orang kepadanya. Sekalipun pada akhirnya teks hadis dimaksud dapat dijumpai dari kumpulan naskah hadis milik beliau pada pada hari, namun saat itu ajalpun menjemput beliau.
Perlawatan studi Imam Muslim selain Naisabur adalah wilayah Hijaz, Syam (Syiria), Mesir dan Iraq. Beliau seringkali singgah lama di Baghdad ibukota Iraq dalam rangka studi hadis, terakhir 259 H atau 2 tahun menjelang wafatnya. Hal itu memperlihatkan betapa gigih semangat keilmuan beliau.
Khusus untuk spesialisasi hadis Imam Muslim berguru kepada 220 orang, sebagian guru hadisnya adalah juga guru Imam al-bukhari, bahkan Imam al-Bukhari termasuk guru hadis yang cukup lama ikut menempa keahlian hadis Imam Muslim. Di antara guru besar hadis tempat Imam Muslim menimba ilmu termasuk Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Abdullah Ibnu Maslamah al-Qa’nabi di Iraq, Ishaq bin Rahuwaih dan Yahya bin Yahya di Khurasan, Sa’id bin Mansur dan Abu Mus’ab di Hijaz serta Amru bin Sawad dan Harmalah bin yahya di Mesir. Oleh karena sebagaian guru hadis Imam Muslim juga guru Imam al-Bukhari, maka tidak mengherankan bila sebagian hadis koleksi Shahih Muslim menyerupai hadis-hadis koleksi al-Jami’ al-Bukhari.
Terdapat 2326 hadis koleksi Shahih Muslim dengan kondisi matan yang semakna dengan koleksi hadis al-Jami’ al-Bukhari sekalipun menempuh jalur riwayat yang berbeda namun bertemu dibagian ujung sanad, yakni nama sahabat Nabi yang sama. Hdis dengan kondisi semacam itu dikenal dengan sebutan muttafaq ‘alaih. Karenanya bila kemudian muncul kritik terhadap koleksi hadis al-Jami’ al-Bukhari, maka kritik tersebut akan berlaku juga bagi hadis yang sama dalam koleksi Imam Muslim.
Dalam berbagai segi keahlian ilmiah hadis Imam Muslim dipengaruhi oleh bimbingan Imam al-Bukhari, terutama dalam usaha menyusun Shahih Muslim. Sikap memihak kepada Imam al-Bukhari  diperlihatkan ketika al-Zuhali (seorang guru hadis senior Imam Muslim) terlibat konflik faham dalam tehnik mengedit  hadis dengan Imam al-Bukhari  di Naisabur, seketika itu Imam Muslim melepas ikatan keguruan dengan Imam al-Zuhali. Pilihan sikap itu semakin jelas  ketika membaca naskah Shahih Muslim , ternyata kitab tersebut tidak memuat  sebuahpun hadis-hadis yang pernah di terima oleh  Imam Muslim dari al-Zuhali betapa cukup lama Imam Muslim  berguru hadis kepadanya. Keterpaduan Imam Muslim justru  dengan aliran yang di pedomani oleh Imam al-Bukhari  sehingga  lahir  istilah   dalam  sub disiplin  ilmu hadis dengan sebutan “syarthul-bukhari wa muslim”. Perpadaan syarat menyangkut  segi-segi tehnik  pemuatan hadis yang ditekankan pada kriteria  identifikasi perawi dalam  segi keadilan pribadinya, kadar temu muka dan proses berguru hadis kepada perawi generasi atasnya, data pendukung kemuttashilan dan sifat kelayakan umum untuk mempromosikan hadis sebagai media hujjah syar’iyyah.
Halaqah (group belajar) hadis Imam Muslim telah melahirkan tokoh hadis yang cukup handal untuk generasi sesudahnya. Antara lain Abu ‘Isa al-Turmuzi, Abu Hatim al-Razi, Abu ‘Awanah al-Isfarayini, Musa bin Harus, Abu Bakar Ibnu Huzaimah dan Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan serta ulama liannya. Ibrahim yang disebut terakhir lebih dikenal kemudian selaku perawi utama kitab hadis Imam Muslim.

Karya-karya Ilmiah Imam Muslim
Imam Muslim tergolong cukup produktif dalam melahirkan karya ilmiah keilmuan Islam. Sedikitnya 19 judul telah  diselesaikan  yang  sebagain mencerminkan spesialisasi teori ilmu hadis, seperti Thabaqat al-tabi’in, al-Musnad al-Kabir ala ‘Asama al-Rijal, kitab al-Illal, Auhamul-Muhaddisin, Musnadu Hadisi Malik, Kitabu al-Muhadhramin. Karangan lain yang mewakili perhatian Imam Muslim terhadap disiplin ilmu fiqih, yakni karya berjudul  al-intifa’u bi juludi al-siba’i dan Kitabu al-Tamyizi. Yang paling populer adalah  al-Shahih al-Musnad, dikenal pula dengan al-Jami’ al-Shahih dan yang sebutan umumnya Shahih Muslim.

Al-Jami’ al-Shahih (Shaih Muslim)
Koleksi hadis  dalam  Shahih  Muslim di edit dari perbendaharaan yang didapat Imam  Muslim  melalui proses sima’ah dan beraudensi sebanyak 300.000 hadis. Proses penapisannya seperti diakui oleh Ahmad bin Maslamah (notulis shaih Muslim) menyita waktu 15 tahun. Jumlah hadis yang dimuat dalam Shahih Muslim  7275 buah, atau dengan menyertakan informasi tentang variasi riwayat mencapai jumlah 12.000 hadis. Tradisi mengulang suatu hadis belaku dalam Shahih Muslim, di kandung maksud  untuk memperjelas variasi matan dalam berbagai redaksi dan untuk memperkenalkan sumber riwayat/jalur sanad yang lain (berbeda). Bila hadis yang berulang menyebutnya di satukan menurut perhitungan Ibnu Shalah akan dijumpai jumlah hanya 4.000 hadis.
Motif utama Imam Muslim dalam mengkoleksi hadis-hadis itu di arahkan untuk memenuhi kebutuhan akan aneka hujjah dalam bentuk hadis muan’an. Oleh karena itu koleksi hadis dalam shahih Muslim di khususkan perolehannya dari hasil bertatap muka dengan nara sumber hadis (syaikhul-hadis) atau setidak-tidaknya melalui audensi (qira’ah) dengan para syaikh hadis yang dijamin sejahtera dari kemungkinan indikasi cacat yang menurunkan martabat validitas hadis. Imam Muslim konsisten sekali terhadap peranan/fungsi sanad sebagai penjamin atas otentika, informasi ajaran Islam.
Sistematika penyajian hadis dalam Shahih Muslim terbagi menjadi 150 kitab, di mulai dari kitab al-iman, kitab al-thaharah, kitab al-haid, kitab al-shalat dan di akhiri dengan kitab al-tafsir. masing-masing kitab memuat  sejumlah hadis tanpa di klasifikasikan  dengan bab-bab maupun judul  yang mencerminkan pokok bahasan hadis. Peniadaan bab maupun judul bab agaknya disengaja oleh Imam Muslim agar pembaca lebih leluasa  merumuskan dan menyimpulkan sendiri pokok kandungan  hadis yang bersangkutan. Dengan demikian judul-judul yang kini mewarnai edisi syarah Shahih Muslim  buah karya Imam al-Nawawi merupakan sumbangan  pihak penyarah dan sekaligus berguna bagi pemandu bagi para pembaca.

Pola Seleksi Hadis
Imam  Muslim telah menjadikan prinsip ‘an’anah (transfer riwayat secara lansung antara penerima hadis dan nara sumber hadis) sebagai azas dalam pola seleksi mutu transmisi hadis. Karena asas itulah Imam Muslim selalu memelihara bukti kepastian bahwa antar pendukung riwayat itu benar-benar hidup semasa (mu’asarah) yang mungkin pula dapat dibuktikan segi kecukupan aktu bagi proses berlangsungnya  kontak  pribadi (subutu al-liqa’i) antar mereka.
Syarat kepribadian rijalul-hadis mengutamakan mereka yang hafidz dan mutqin (profesional dalam ilmiah hadis), adil lagi pula dhabit (terpercaya hapalannya), jujur serta terjamin stabil cara berfikirnya. Koleksi Shahih Muslim  menampung pula hadis-hadis eks perawi yang tingkat hapalan  dan keahlian hadisnya kaliber menengah. Perawi setingkat mereka lazim di sejajarkan dengan peringkat (thabaqah) kedua. Yang jelas Imam Muslim sama sekali  tidak memberi tempat  pada  perawi  hadis yang disepakati kelemahan pribadinya atau perawi  hadis yang sekalian ulama Muhad-disin menolak periwayatannya.
Koleksi hadis pada Shahih Muslim mengkhususkan pada hadis-hadis musnad, muttashil, nyata bersandar (marfu’) kepada Nabi/Rasulullah SAW. Sejalan dengan spesifikasi tersebut  maka sulit dijumpai qaul (ucapan) sahabat, apalagi qaul Tabi’in. Terkait dengan target musnad dan muttasil itu dapat ditekan seminim mungkin  penyajian hadis dengan pola mu’allaq. Bila ditengarai ada sejumlah 12-16 lokasi hadis mu’allaq, maka penempatannya hanya  sebagai pelengkap saja (muttaba’ atau syawahid al-hadis) bukan sebagai inti hadis untuk topik yang disajikan.
Tata letak dalam menyajikan hadis senantiasa diawali dengan hadis berkwalitas tershahih, disusul kemudian dengan hadis shahih  dan urutan terakhir diperuntukkan hadis yang diunggulkan  sebagai shahih. Hadis-hadis dengan alokasi terakhir itulah yang menurut analisa al-Qadhi ‘Iyadh setara dengan hadis hasan, seperti polakoleksi yang dilakukan oleh Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban.
Pengantar sanad (sighatut-tahdis) maupun redaksi matan sepenuh  hadis-hadis  koleksi  Shahih Muslim menjunjung tinggi tehnik riwayah bil-lafdzi, yakni cara pengungkapan seluruh  batang tubuh hadis  dengan mempertahankan keaslian redaksinya. Pemuatan setiap hadis  dalam Shahih Muslim  selalu diwarnai oleh penyajian informasi matan  selengkapnya,  tuntas dan utuh. Pola penyajian semacam itu  telah menjadikan redaksi  suatu hadis dalam Shahih Muslim  demikian panjang, mirip laporan pandangan mata yang sempurna.
Periode penapisan dan penyusunan Shahih Muslim berlangsung semasa hidup guru-guru hadis Imam Muslim dan seluruhnya dikerjakan di rumah kediaman tetap beliau. Proses tersebut amat menunjang segi kerapian  teks dan menjadi kecil kemungkinan salah tulis dalam mencantumkan nama para pendukung/rijal hadisnya. Pada tahap akhir proses  pengujian  mutu  validitas hadis Imam Muslim memanfaatkan konsultasi rutin dengan ulama hadis kenamaan di Naisabur bernama Abu Zur’ah ar-Razi (wafat 264 H). Setiap kali Abu Zur’ah ar-Razi mengisyaratkan  indikasi illat, segera saja Imam Muslim  membatalkan pemuatan hadis ber’illat itu ke dalam koleksi shahihnya. Sekira pihak Abu Zur’ah tidak mencurigai dimuatlah hadis yang bersangkutan.

Segi-Segi Kelebihan Shahih Muslim
Ulama Muhaddisin pada umumnya mengakui segi-segi kelebihan koleksi hadis Shahih Muslim dalam hal :
1. Segi kecermatan/ketelitian dalam menuturkan kembali keaslian riwayat hadis. Hal itu berkat perhatian serius Imam Muslim terhadap upaya mengungkap kembali redaksi hadis dengan pola riwayah bil-lafdzi. selain itu gaya bahasa Shahih  Muslim  diakui  bagus  dari segi penuturannya;
2.     Segi menyajikan matan hadis secara lengkap, utuh dan tuntas ;
3. Segi penyampaian matan lain yang format redaksinya berbeda, demikian pula struktur sanad melalui jalur yang berbeda. Pada  segi tersebut agaknya halayak pembaca dirangsang agar melakukan studi banding guna memperluas wawasan.

Akreditas Hadis-hadis Koleksi Shahih Muslim
Hadis-hadis yang termuat dalam koleksi Shahih Muslim diakui sebagai pemegang dominasi “shahihain” bersama hadis-hadis koleksi al-Jami’ al-Bukhari. Kitab Shahih Muslim  dalam  jajaran sunan al-Sittah/Kutubus Sittah/Ushulul-hadis berada pada peringkat kedua setelah al-Jami’ al-Bukhari. Selama ini hanya Husein bin Ali Ali al-Naisaburi dan Muhammad bin Hazm (Dhohiri) yang bersikap mengunggulkan Shahih Muslim di atas al-Jami’ al-Bukhari.
Bila dikaji ulang dengan cermat pengakuan mayoritas Muhadditsin cenderung obyektif dan benar, terbukti oleh data penguat kelebihan al-Jami’ al-Bukhari sebagai berikut :
Imam al-Bukhari membatasi hadis-hadis koleksinya dalam al-Jami’ al-Shahih khusus yang struktur personalia sanad (rijalul-hadis) terdiri atas jajaran perawi thabawah/peringkat pertama. Imam Muslim tampak demikian longgar dalam nominasi seleksi perawi, bahkan Shahih Muslim lebih dipadati oleh hadis-hadis yang didukung oleh jajaran perawi darai thabaqah kedua. Apabila Imam al-Bukhari mensyaratkan unsur subut al-Liqa’i (kepastian cukup lama dalam komunikasi keilmuan hadis) di samping unsur mu’asarah (semasa), juga unsur penunjang berupa jarak domisili perawi dengan syaikh hadis nara sumbernya, maka Imam Muslim cukup mengandalkan segi mu’asarah saja.
Rijalul-hadis pendukung hadis-hadis koleksi al-Jami’ al-Bukhari yang disorot oleh kalangan ahlut-ta’dil wa tarjih (kritikus hadis) relatif jumlahnya kecil, yakni sekitar 80 orang, dan jumlah hadis mereka sangat minim dalam koleksi al-Bukhari. Adapun Rijalul-hadis yang hadisnya termuat dalam Shahih Mulsim mencapi 160 orang yang disoroti kepribadiannya oleh ahlut-ta’dil wa tarjih, lagi pula kualitas riwayat mereka relatif banyak dalam Shahih Muslim.
Tuduhan adanya hadis syadz dan ber-’illat dalam al-Jami’ al-Bukhari melibatkan 78 hadis, sedangkan hadis dengan tuduhan serupa dalam Shahih Muslim mencapai dengan tuduhan serupa dalam Shahih Muslim 13.0130 hadis, termasuk di dalamnya informasi israilliyat dari Ka’bul-Akhbar yang sebenarnya mauquf pada Abu Hurairah. Wajar bila Qadli ‘Ilyadl mengasumsikan banyaknya hadis hasan dalam koleksi Shahih Muslim setara dengan koleksi Shahih Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban.
Imam al-Bukhari menonjol dalam menguasai fiqh al-hadis, terbukti dengan ketajaman persepsi hukumnya yang terbaca pada rumusan-rumusan judul setiap bab. Imam Muslim ditengarai terjebak pada kesalahan, seperti pemuatan hadis tentang shalat gerhana matahari (kusuf) dengan 3 (tiga) kali ruku’ setiap raka’atnya dan riwayat perkawinan Nabi SAW dengan Ummu Habibah bin Abi Sufyan. Untuk kasus terakhir ini Imam Muslim kurang jeli terhadap sejarah (tarikh al-hadis).
Secara umum kadar ilmiah Imam al_bukhari tentang illat hadis dan ilmu penunjang spesialisasi hadis jauh lebih unggul. Bukanlah Imam Muslim lebih dikenal sebagai murid bimbingan Imam al-Bukhari dan diketahui banyak mengambil oper teori-teori hadis sang guru.
Apabila kriteria utama dalam menguji mutu keshahihan hadis difokuskan kepada 3 (komponen), yakni sifat siqqah perawi persambungan sanad dan jaminan sejahtera dari unsur ‘illatul-hadis, maka hadis-hadis yang termuat dalam koleksi al-Jami’ al-Bukhari jelas lebih unggul pada ketiga komponen tersebut.

Kitab Pensyarah Sahih Muslim
Kehadiran Shahih Muslim telah memikat perhatian Muhadditsin generasi berikutnya yang berasal dari berbagai latar belakang madzhab. Diperkirakan ada 15 judul kitab yang berkenaan mensyarahi (mengulas) Shahih Muslim dalam bermacam-macam format, antara lain :
Il-Ikmalu fi syarhi Shahihi Muslim, disusun oleh al-Qadhi Iyadh al-Maliki (wafat 544 H);
Al-Minhaj fi syarhi Muslim bin al-Hajjaj , disusun oleh Imam Muyiddin bin Syaraf al-Syafi’i (wafat 676 H). kitab syarah tersebut dinilai terbaik lantaran berkat rumusan judul bab untuk setiap satuan hadis semateri kandungannya. Selain itu kitab syarah al-Nawawi diperlengkapi dengan muqaddimah (pengantar studi) guna lebih memudahkan pembaca dalam studi Shahih Muslim;
Ikmalul-akmal oleh al-Zawawi (wafat 744 H);
Ikmalul-mu’allimin fi faraidi muslim, disusun oleh Ubay al-Maliki (wafat 837 H). Kitab syarah tersebut merangkum  komentar ulama muhadditsin generasi sebelumnya beliau semisal al-Mazari (wafat 536 H), al-Qadhi ‘Iyadh (wafat 544 H), Abi al-Abbas al-Qurtubi (wafat 665 H) dan ulasan pribadi Imam al-Nawawi (wafat 676 H);
Al-Dibaju ‘ala Shahihi Muslim bin al-Hajjaj, disusun oleh Jalaluddin al-Suyuthi (wafat 911 H);
Syarah Shahih Muslim oleh Ali al-Qari al-Nawawi (wafat 1016 H) seorang ulama kenamaan berdomisli di Makkah al-Mukarramah dalam 4 (empat) jilid format besar.

Kitab Ikhtisar Shahih Muslim
Upaya meringkas koleksi hadis Shahih Muslim telah dirintis antara lain oleh :
al-‘Allamah Ahmad bin Umar al-Qurthubi (wafat 656 H) dengan titel kitab Talkhisu kitabi muslim;
Zakiyuddin al-Munziri (wafat 656 H) dengan titel kitab Mukhtasar Shahih Muslim;
Imam Sirajuddin Ibnu Mulqin al-Syafi’i (wafat 804 H) dengan titel kitab “Zawaidu Muslim”.

Sumber Pustaka :
Al-Kutubu al-Sihah al-Sittah, Dr. Muh. Abu Syuhbah, Mesir, Al-Azhar, 1969, hal. 81
Ulumul-hadis wa Musthalahuhu, Dr. Subhi Salih, Beirut, Darul Ilmi Lil Malayin, 1971, hal. 398-399
Al-Hadis al-Nawawi, Muhammad al-Sabagh, Riad, al-Maktab, al-Islami, 1976, hal. 380-388
Mahabis fi Ulumul-Hadis, Manna ‘al-Qathan, Abidin, Maktabah Wahbah, 1987, hal. 34-35
As-Sunnah Makanatuhu, Dr. Musthafa al-Siba’i, Mesir, darul Qaumiyah, 1966, hal, 408-409
Al-Lu’lu’u wal-Marjan, Dr. Muh, Fu’ad Abd. Baqi, Jilid I, hal. 251
Syarah Shahih Muslim, Imam al-Nawawi, Beirut, Darul Fikri, 1972, Jilid I, hal. 11
Tuhfatul-Ahwadzi, al-Hafidz al-Mabarkafuri, Beirut, Darul Fikri, 1979, Jilid I, hal. 143-145
Al-Hadis al-Nawawi al-Syarif, Muhammad Ahmad Qamar, Majalah Rabithah al-Alamai al-Islami, XX, Muharram 1402 H/1981, hal. 121-122
Taujah al-Nadhar, KH. Mahfudz al-Turmudzi, hal. 123

0 komentar:

Posting Komentar