Biografi Imam Muslim
Lahir dengan nama “Muslim” bergelar kemudian Hujjatul Islam Abu
al-Husain, pada tahun 204 H atau tahun 206 H menurut perhitungan Imam
al-Hakim dalam kitabnya Ulama’u al-Amsar. Ayah beliau bernama al-Hajjaj
al-Qusyairi al-Naisaburiy dikenal sebagai tokoh ulama di negerinya.
Qusyair adalah nama sebuah buku Arab terkenal, dengan demikian Imam
Muslim berdarah keturunan Arab. Naisabur tempat kelahiran Imam Muslim
merupakan wilayah bagian utara negara Iran.
Imam Muslim wafat pada hari Ahad tanggal 25 Rajab tahun 261 H dalam usia
55 tahun dan tempat pemakamannya di Nasabarad Naisabur. Beliau wafat
pada pagi hari setelah semalam penuh berusaha mencari teks sebuah hadis
yang dipertanyakan orang kepadanya. Sekalipun pada akhirnya teks hadis
dimaksud dapat dijumpai dari kumpulan naskah hadis milik beliau pada
pada hari, namun saat itu ajalpun menjemput beliau.
Perlawatan studi Imam Muslim selain Naisabur adalah wilayah Hijaz, Syam
(Syiria), Mesir dan Iraq. Beliau seringkali singgah lama di Baghdad
ibukota Iraq dalam rangka studi hadis, terakhir 259 H atau 2 tahun
menjelang wafatnya. Hal itu memperlihatkan betapa gigih semangat
keilmuan beliau.
Khusus untuk spesialisasi hadis Imam Muslim berguru kepada 220 orang,
sebagian guru hadisnya adalah juga guru Imam al-bukhari, bahkan Imam
al-Bukhari termasuk guru hadis yang cukup lama ikut menempa keahlian
hadis Imam Muslim. Di antara guru besar hadis tempat Imam Muslim menimba
ilmu termasuk Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Abdullah Ibnu Maslamah
al-Qa’nabi di Iraq, Ishaq bin Rahuwaih dan Yahya bin Yahya di Khurasan,
Sa’id bin Mansur dan Abu Mus’ab di Hijaz serta Amru bin Sawad dan
Harmalah bin yahya di Mesir. Oleh karena sebagaian guru hadis Imam
Muslim juga guru Imam al-Bukhari, maka tidak mengherankan bila sebagian
hadis koleksi Shahih Muslim menyerupai hadis-hadis koleksi al-Jami’
al-Bukhari.
Terdapat 2326 hadis koleksi Shahih Muslim dengan kondisi matan yang
semakna dengan koleksi hadis al-Jami’ al-Bukhari sekalipun menempuh
jalur riwayat yang berbeda namun bertemu dibagian ujung sanad, yakni
nama sahabat Nabi yang sama. Hdis dengan kondisi semacam itu dikenal
dengan sebutan muttafaq ‘alaih. Karenanya bila kemudian muncul kritik
terhadap koleksi hadis al-Jami’ al-Bukhari, maka kritik tersebut akan
berlaku juga bagi hadis yang sama dalam koleksi Imam Muslim.
Dalam berbagai segi keahlian ilmiah hadis Imam Muslim dipengaruhi oleh
bimbingan Imam al-Bukhari, terutama dalam usaha menyusun Shahih Muslim.
Sikap memihak kepada Imam al-Bukhari diperlihatkan ketika al-Zuhali
(seorang guru hadis senior Imam Muslim) terlibat konflik faham dalam
tehnik mengedit hadis dengan Imam al-Bukhari di Naisabur, seketika itu
Imam Muslim melepas ikatan keguruan dengan Imam al-Zuhali. Pilihan
sikap itu semakin jelas ketika membaca naskah Shahih Muslim , ternyata
kitab tersebut tidak memuat sebuahpun hadis-hadis yang pernah di terima
oleh Imam Muslim dari al-Zuhali betapa cukup lama Imam Muslim berguru
hadis kepadanya. Keterpaduan Imam Muslim justru dengan aliran yang di
pedomani oleh Imam al-Bukhari sehingga lahir istilah dalam sub
disiplin ilmu hadis dengan sebutan “syarthul-bukhari wa muslim”.
Perpadaan syarat menyangkut segi-segi tehnik pemuatan hadis yang
ditekankan pada kriteria identifikasi perawi dalam segi keadilan
pribadinya, kadar temu muka dan proses berguru hadis kepada perawi
generasi atasnya, data pendukung kemuttashilan dan sifat kelayakan umum
untuk mempromosikan hadis sebagai media hujjah syar’iyyah.
Halaqah (group belajar) hadis Imam Muslim telah melahirkan tokoh hadis
yang cukup handal untuk generasi sesudahnya. Antara lain Abu ‘Isa
al-Turmuzi, Abu Hatim al-Razi, Abu ‘Awanah al-Isfarayini, Musa bin
Harus, Abu Bakar Ibnu Huzaimah dan Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan serta
ulama liannya. Ibrahim yang disebut terakhir lebih dikenal kemudian
selaku perawi utama kitab hadis Imam Muslim.
Karya-karya Ilmiah Imam Muslim
Imam Muslim tergolong cukup produktif dalam melahirkan karya ilmiah
keilmuan Islam. Sedikitnya 19 judul telah diselesaikan yang sebagain
mencerminkan spesialisasi teori ilmu hadis, seperti Thabaqat al-tabi’in,
al-Musnad al-Kabir ala ‘Asama al-Rijal, kitab al-Illal,
Auhamul-Muhaddisin, Musnadu Hadisi Malik, Kitabu al-Muhadhramin.
Karangan lain yang mewakili perhatian Imam Muslim terhadap disiplin ilmu
fiqih, yakni karya berjudul al-intifa’u bi juludi al-siba’i dan Kitabu
al-Tamyizi. Yang paling populer adalah al-Shahih al-Musnad, dikenal
pula dengan al-Jami’ al-Shahih dan yang sebutan umumnya Shahih Muslim.
Al-Jami’ al-Shahih (Shaih Muslim)
Koleksi hadis dalam Shahih Muslim di edit dari perbendaharaan yang
didapat Imam Muslim melalui proses sima’ah dan beraudensi sebanyak
300.000 hadis. Proses penapisannya seperti diakui oleh Ahmad bin
Maslamah (notulis shaih Muslim) menyita waktu 15 tahun. Jumlah hadis
yang dimuat dalam Shahih Muslim 7275 buah, atau dengan menyertakan
informasi tentang variasi riwayat mencapai jumlah 12.000 hadis. Tradisi
mengulang suatu hadis belaku dalam Shahih Muslim, di kandung maksud
untuk memperjelas variasi matan dalam berbagai redaksi dan untuk
memperkenalkan sumber riwayat/jalur sanad yang lain (berbeda). Bila
hadis yang berulang menyebutnya di satukan menurut perhitungan Ibnu
Shalah akan dijumpai jumlah hanya 4.000 hadis.
Motif utama Imam Muslim dalam mengkoleksi hadis-hadis itu di arahkan
untuk memenuhi kebutuhan akan aneka hujjah dalam bentuk hadis muan’an.
Oleh karena itu koleksi hadis dalam shahih Muslim di khususkan
perolehannya dari hasil bertatap muka dengan nara sumber hadis
(syaikhul-hadis) atau setidak-tidaknya melalui audensi (qira’ah) dengan
para syaikh hadis yang dijamin sejahtera dari kemungkinan indikasi cacat
yang menurunkan martabat validitas hadis. Imam Muslim konsisten sekali
terhadap peranan/fungsi sanad sebagai penjamin atas otentika, informasi
ajaran Islam.
Sistematika penyajian hadis dalam Shahih Muslim terbagi menjadi 150
kitab, di mulai dari kitab al-iman, kitab al-thaharah, kitab al-haid,
kitab al-shalat dan di akhiri dengan kitab al-tafsir. masing-masing
kitab memuat sejumlah hadis tanpa di klasifikasikan dengan bab-bab
maupun judul yang mencerminkan pokok bahasan hadis. Peniadaan bab
maupun judul bab agaknya disengaja oleh Imam Muslim agar pembaca lebih
leluasa merumuskan dan menyimpulkan sendiri pokok kandungan hadis yang
bersangkutan. Dengan demikian judul-judul yang kini mewarnai edisi
syarah Shahih Muslim buah karya Imam al-Nawawi merupakan sumbangan
pihak penyarah dan sekaligus berguna bagi pemandu bagi para pembaca.
Pola Seleksi Hadis
Imam Muslim telah menjadikan prinsip ‘an’anah (transfer riwayat secara
lansung antara penerima hadis dan nara sumber hadis) sebagai azas dalam
pola seleksi mutu transmisi hadis. Karena asas itulah Imam Muslim selalu
memelihara bukti kepastian bahwa antar pendukung riwayat itu
benar-benar hidup semasa (mu’asarah) yang mungkin pula dapat dibuktikan
segi kecukupan aktu bagi proses berlangsungnya kontak pribadi (subutu
al-liqa’i) antar mereka.
Syarat kepribadian rijalul-hadis mengutamakan mereka yang hafidz dan
mutqin (profesional dalam ilmiah hadis), adil lagi pula dhabit
(terpercaya hapalannya), jujur serta terjamin stabil cara berfikirnya.
Koleksi Shahih Muslim menampung pula hadis-hadis eks perawi yang
tingkat hapalan dan keahlian hadisnya kaliber menengah. Perawi
setingkat mereka lazim di sejajarkan dengan peringkat (thabaqah) kedua.
Yang jelas Imam Muslim sama sekali tidak memberi tempat pada perawi
hadis yang disepakati kelemahan pribadinya atau perawi hadis yang
sekalian ulama Muhad-disin menolak periwayatannya.
Koleksi hadis pada Shahih Muslim mengkhususkan pada hadis-hadis musnad,
muttashil, nyata bersandar (marfu’) kepada Nabi/Rasulullah SAW. Sejalan
dengan spesifikasi tersebut maka sulit dijumpai qaul (ucapan) sahabat,
apalagi qaul Tabi’in. Terkait dengan target musnad dan muttasil itu
dapat ditekan seminim mungkin penyajian hadis dengan pola mu’allaq.
Bila ditengarai ada sejumlah 12-16 lokasi hadis mu’allaq, maka
penempatannya hanya sebagai pelengkap saja (muttaba’ atau syawahid
al-hadis) bukan sebagai inti hadis untuk topik yang disajikan.
Tata letak dalam menyajikan hadis senantiasa diawali dengan hadis
berkwalitas tershahih, disusul kemudian dengan hadis shahih dan urutan
terakhir diperuntukkan hadis yang diunggulkan sebagai shahih.
Hadis-hadis dengan alokasi terakhir itulah yang menurut analisa al-Qadhi
‘Iyadh setara dengan hadis hasan, seperti polakoleksi yang dilakukan
oleh Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban.
Pengantar sanad (sighatut-tahdis) maupun redaksi matan sepenuh
hadis-hadis koleksi Shahih Muslim menjunjung tinggi tehnik riwayah
bil-lafdzi, yakni cara pengungkapan seluruh batang tubuh hadis dengan
mempertahankan keaslian redaksinya. Pemuatan setiap hadis dalam Shahih
Muslim selalu diwarnai oleh penyajian informasi matan selengkapnya,
tuntas dan utuh. Pola penyajian semacam itu telah menjadikan redaksi
suatu hadis dalam Shahih Muslim demikian panjang, mirip laporan
pandangan mata yang sempurna.
Periode penapisan dan penyusunan Shahih Muslim berlangsung semasa hidup
guru-guru hadis Imam Muslim dan seluruhnya dikerjakan di rumah kediaman
tetap beliau. Proses tersebut amat menunjang segi kerapian teks dan
menjadi kecil kemungkinan salah tulis dalam mencantumkan nama para
pendukung/rijal hadisnya. Pada tahap akhir proses pengujian mutu
validitas hadis Imam Muslim memanfaatkan konsultasi rutin dengan ulama
hadis kenamaan di Naisabur bernama Abu Zur’ah ar-Razi (wafat 264 H).
Setiap kali Abu Zur’ah ar-Razi mengisyaratkan indikasi illat, segera
saja Imam Muslim membatalkan pemuatan hadis ber’illat itu ke dalam
koleksi shahihnya. Sekira pihak Abu Zur’ah tidak mencurigai dimuatlah
hadis yang bersangkutan.
Segi-Segi Kelebihan Shahih Muslim
Ulama Muhaddisin pada umumnya mengakui segi-segi kelebihan koleksi hadis Shahih Muslim dalam hal :
1. Segi kecermatan/ketelitian dalam menuturkan kembali keaslian riwayat
hadis. Hal itu berkat perhatian serius Imam Muslim terhadap upaya
mengungkap kembali redaksi hadis dengan pola riwayah bil-lafdzi. selain
itu gaya bahasa Shahih Muslim diakui bagus dari segi penuturannya;
2. Segi menyajikan matan hadis secara lengkap, utuh dan tuntas ;
3. Segi penyampaian matan lain yang format redaksinya berbeda, demikian
pula struktur sanad melalui jalur yang berbeda. Pada segi tersebut
agaknya halayak pembaca dirangsang agar melakukan studi banding guna
memperluas wawasan.
Akreditas Hadis-hadis Koleksi Shahih Muslim
Hadis-hadis yang termuat dalam koleksi Shahih Muslim diakui sebagai
pemegang dominasi “shahihain” bersama hadis-hadis koleksi al-Jami’
al-Bukhari. Kitab Shahih Muslim dalam jajaran sunan al-Sittah/Kutubus
Sittah/Ushulul-hadis berada pada peringkat kedua setelah al-Jami’
al-Bukhari. Selama ini hanya Husein bin Ali Ali al-Naisaburi dan
Muhammad bin Hazm (Dhohiri) yang bersikap mengunggulkan Shahih Muslim di
atas al-Jami’ al-Bukhari.
Bila dikaji ulang dengan cermat pengakuan mayoritas Muhadditsin
cenderung obyektif dan benar, terbukti oleh data penguat kelebihan
al-Jami’ al-Bukhari sebagai berikut :
Imam al-Bukhari membatasi hadis-hadis koleksinya dalam al-Jami’
al-Shahih khusus yang struktur personalia sanad (rijalul-hadis) terdiri
atas jajaran perawi thabawah/peringkat pertama. Imam Muslim tampak
demikian longgar dalam nominasi seleksi perawi, bahkan Shahih Muslim
lebih dipadati oleh hadis-hadis yang didukung oleh jajaran perawi darai
thabaqah kedua. Apabila Imam al-Bukhari mensyaratkan unsur subut
al-Liqa’i (kepastian cukup lama dalam komunikasi keilmuan hadis) di
samping unsur mu’asarah (semasa), juga unsur penunjang berupa jarak
domisili perawi dengan syaikh hadis nara sumbernya, maka Imam Muslim
cukup mengandalkan segi mu’asarah saja.
Rijalul-hadis pendukung hadis-hadis koleksi al-Jami’ al-Bukhari yang
disorot oleh kalangan ahlut-ta’dil wa tarjih (kritikus hadis) relatif
jumlahnya kecil, yakni sekitar 80 orang, dan jumlah hadis mereka sangat
minim dalam koleksi al-Bukhari. Adapun Rijalul-hadis yang hadisnya
termuat dalam Shahih Mulsim mencapi 160 orang yang disoroti
kepribadiannya oleh ahlut-ta’dil wa tarjih, lagi pula kualitas riwayat
mereka relatif banyak dalam Shahih Muslim.
Tuduhan adanya hadis syadz dan ber-’illat dalam al-Jami’ al-Bukhari
melibatkan 78 hadis, sedangkan hadis dengan tuduhan serupa dalam Shahih
Muslim mencapai dengan tuduhan serupa dalam Shahih Muslim 13.0130 hadis,
termasuk di dalamnya informasi israilliyat dari Ka’bul-Akhbar yang
sebenarnya mauquf pada Abu Hurairah. Wajar bila Qadli ‘Ilyadl
mengasumsikan banyaknya hadis hasan dalam koleksi Shahih Muslim setara
dengan koleksi Shahih Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban.
Imam al-Bukhari menonjol dalam menguasai fiqh al-hadis, terbukti dengan
ketajaman persepsi hukumnya yang terbaca pada rumusan-rumusan judul
setiap bab. Imam Muslim ditengarai terjebak pada kesalahan, seperti
pemuatan hadis tentang shalat gerhana matahari (kusuf) dengan 3 (tiga)
kali ruku’ setiap raka’atnya dan riwayat perkawinan Nabi SAW dengan Ummu
Habibah bin Abi Sufyan. Untuk kasus terakhir ini Imam Muslim kurang
jeli terhadap sejarah (tarikh al-hadis).
Secara umum kadar ilmiah Imam al_bukhari tentang illat hadis dan ilmu
penunjang spesialisasi hadis jauh lebih unggul. Bukanlah Imam Muslim
lebih dikenal sebagai murid bimbingan Imam al-Bukhari dan diketahui
banyak mengambil oper teori-teori hadis sang guru.
Apabila kriteria utama dalam menguji mutu keshahihan hadis difokuskan
kepada 3 (komponen), yakni sifat siqqah perawi persambungan sanad dan
jaminan sejahtera dari unsur ‘illatul-hadis, maka hadis-hadis yang
termuat dalam koleksi al-Jami’ al-Bukhari jelas lebih unggul pada ketiga
komponen tersebut.
Kitab Pensyarah Sahih Muslim
Kehadiran Shahih Muslim telah memikat perhatian Muhadditsin generasi
berikutnya yang berasal dari berbagai latar belakang madzhab.
Diperkirakan ada 15 judul kitab yang berkenaan mensyarahi (mengulas)
Shahih Muslim dalam bermacam-macam format, antara lain :
Il-Ikmalu fi syarhi Shahihi Muslim, disusun oleh al-Qadhi Iyadh al-Maliki (wafat 544 H);
Al-Minhaj fi syarhi Muslim bin al-Hajjaj , disusun oleh Imam Muyiddin
bin Syaraf al-Syafi’i (wafat 676 H). kitab syarah tersebut dinilai
terbaik lantaran berkat rumusan judul bab untuk setiap satuan hadis
semateri kandungannya. Selain itu kitab syarah al-Nawawi diperlengkapi
dengan muqaddimah (pengantar studi) guna lebih memudahkan pembaca dalam
studi Shahih Muslim;
Ikmalul-akmal oleh al-Zawawi (wafat 744 H);
Ikmalul-mu’allimin fi faraidi muslim, disusun oleh Ubay al-Maliki (wafat
837 H). Kitab syarah tersebut merangkum komentar ulama muhadditsin
generasi sebelumnya beliau semisal al-Mazari (wafat 536 H), al-Qadhi
‘Iyadh (wafat 544 H), Abi al-Abbas al-Qurtubi (wafat 665 H) dan ulasan
pribadi Imam al-Nawawi (wafat 676 H);
Al-Dibaju ‘ala Shahihi Muslim bin al-Hajjaj, disusun oleh Jalaluddin al-Suyuthi (wafat 911 H);
Syarah Shahih Muslim oleh Ali al-Qari al-Nawawi (wafat 1016 H) seorang
ulama kenamaan berdomisli di Makkah al-Mukarramah dalam 4 (empat) jilid
format besar.
Kitab Ikhtisar Shahih Muslim
Upaya meringkas koleksi hadis Shahih Muslim telah dirintis antara lain oleh :
al-‘Allamah Ahmad bin Umar al-Qurthubi (wafat 656 H) dengan titel kitab Talkhisu kitabi muslim;
Zakiyuddin al-Munziri (wafat 656 H) dengan titel kitab Mukhtasar Shahih Muslim;
Imam Sirajuddin Ibnu Mulqin al-Syafi’i (wafat 804 H) dengan titel kitab “Zawaidu Muslim”.
Sumber Pustaka :
Al-Kutubu al-Sihah al-Sittah, Dr. Muh. Abu Syuhbah, Mesir, Al-Azhar, 1969, hal. 81
Ulumul-hadis wa Musthalahuhu, Dr. Subhi Salih, Beirut, Darul Ilmi Lil Malayin, 1971, hal. 398-399
Al-Hadis al-Nawawi, Muhammad al-Sabagh, Riad, al-Maktab, al-Islami, 1976, hal. 380-388
Mahabis fi Ulumul-Hadis, Manna ‘al-Qathan, Abidin, Maktabah Wahbah, 1987, hal. 34-35
As-Sunnah Makanatuhu, Dr. Musthafa al-Siba’i, Mesir, darul Qaumiyah, 1966, hal, 408-409
Al-Lu’lu’u wal-Marjan, Dr. Muh, Fu’ad Abd. Baqi, Jilid I, hal. 251
Syarah Shahih Muslim, Imam al-Nawawi, Beirut, Darul Fikri, 1972, Jilid I, hal. 11
Tuhfatul-Ahwadzi, al-Hafidz al-Mabarkafuri, Beirut, Darul Fikri, 1979, Jilid I, hal. 143-145
Al-Hadis al-Nawawi al-Syarif, Muhammad Ahmad Qamar, Majalah Rabithah al-Alamai al-Islami, XX, Muharram 1402 H/1981, hal. 121-122
Taujah al-Nadhar, KH. Mahfudz al-Turmudzi, hal. 123
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar