PLURALISME
KEBANGSAAN
1. Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah
suatu faham yang mengakui bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang tidak
tergantung yang satu dari yang lain. Masing-masing faham atau entitas berdiri
sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak perlu adanya substansi
pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau berbagai entitas tersebut. Salah
satu contoh misal di Indonesia
terdapat ratusan suku bangsa. Menurut faham pluralisme setiap suku bangsa dibiarkan
berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak perlu adanya substansi
lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi suku-suku bangsa
tersebut.
2. Faham pluralisme melahirkan faham
individualisme yang mengakui bahwa setiap individu berdiri sendiri lepas dari
individu yang lain. Faham individualisme ini mengakui adanya perbedaan
individual atau yang biasa disebut individual differences. Setiap
individu memiliki cirinya masing-masing yang harus dihormati dan dihargai
seperti apa adanya. Faham individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme,
bahwa manusia terlahir di dunia dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan
ini maka harkat dan martabat individu dapat didudukkan dengan semestinya.
Trilogi faham pluralisme, individualisme dan liberalisme
inilah yang melahirkan sistem demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya
di Negara Barat.
3. Pluralitas
adalah sifat atau kualitas yang menggam-barkan keanekaragaman; suatu pengakuan
bahwa alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman. Sebagai contoh bangsa Indonesia mengakui bahwa Negara-bangsa Indonesia
bersifat pluralistik, beraneka ragam ditinjau dari suku-bangsanya, adat
budayanya, bahasa ibunya, agama yang dipeluknya, dan sebagainya. Hal ini
merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Keaneka ragaman ini harus didudukkan secara proporsional dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, harus dinilai sebagai asset bangsa, bukan
sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita cermati bahwa pluralitas
ini merupakan sunnatullah.
4. Bangsa atau dengan kata lain disebut nation merupakan
kata dasar dari nasionalisme. Bila definisi nasionalisme adalah suatu paham
yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan
satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia, maka secara politis,
bangsa dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang dipersatukan karena
persamaan cita-cita dan kerinduan untuk bernegara sendiri.
5. Menurut HANS KOHN, nasionalisme secara fundamental
timbul dari adanya national counciousness (kesadaran nasional). Dengan kata
lain, nasionalisme adalah formalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan
bernegara sendiri. Kesadaran
nasional inilah yang membentuk nation (bangsa) dalam arti politis, yaitu negara
nasional.
6. Bila bangsa dalam arti
politis berarti negara nasional, maka negara nasional itu sendiri merupakan
suatu bentuk negara dimana rakyatnya mempunyai kehendak yang kuat untuk hidup
bersama sebagai warga negara, terlepas dari perbedaan latar belakang, agama,
ras, etnik, ataupun golongan. Sehingga bisa dikatakan bahwa negara nasional
merupakan organisas bersama yang pasti mengemban dan menjamin perwujudan
kepentingan rakyat. Sayangnya, keyakinan itu telah menempatkan negara pada
posisi yang dominan.
7. Bila definisi bangsa menurut
ERNEST RENAN adalah kehendak untuk bersatu dan definisi bangsa menurut OTTO
BEUR adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib, maka
menurut Bung Karno kedua definisi tersebut sudah sangat usang karena definisi
bangsa harus tidak hanya memandang manusia dan perangainya namun juga harus
memperhatikan geopolitiknya, yaitu tempat manusia tersebut hidup dan berpijak.
8.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural terbingkai
pada semboyan bangsa Indonesia (salah satu pilar); Bhinneka Tunggal Ika mengandung
nilai: (1) inklusif, tidak bersifat
eksklusif, (2) terbuka, (3) ko-eksistensi damai dan
kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa
yang paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah
disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda.
9.
Implementasi
Bhineka Tunggal Ika sebagai prinsip/asas pluralistik ;
Setelah kita fahami beberapa prinsip
yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah
bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
9.1. Perilaku
inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa
salah satu prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap
inklusif. Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat
merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang
lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak
memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki
peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.
9.2.
Mengakomodasi sifat pluralistik
Bangsa Indonesia sangat pluralistik
ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya
yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan
menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu
dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara
mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi
disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan
masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat,
tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok
dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia.
Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum
terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela
gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri
pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu.
Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan
yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang
berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya
reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian
ideal ini telah tergerus arus reformasi.
9.3.
Tidak mencari
menangnya sendiri
Menghormati pendapat pihak lain,
dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya
atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinneka
Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus
berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk
dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi,
tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai
keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
9.4.
Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan
dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai
mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama,
tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai
kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk
mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam
kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa
disebut sebagai win win solution.
9.5.
Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka
Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa
kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya
mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus
Bhinneka Tunggal Ika.
Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka
Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih,
rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah
untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih
pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan,
sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak
mungkin terwujud.
Bila setiap warganegara memahami
makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu mengimplementasikan secara tepat
dan benar insya Allah, Negara Indonesia
akan tetap kokoh dan bersatu selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar