Kamis, 07 Maret 2013

IAEI: “FE UIN Malang, model ideal bagi FE PTAIN/s Se-Indonesia”

Meski Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, namun hingga saat ini penetrasi produk perbankan dan keuangan syariah masih  masuk dalam kategori rendah jika dibandingkan dengan produk keuangan konvensional. Hasil surveu BI menunjukan, 89 persen masyarakat Indonesia dapat menerima prinsip (ekonomi) syariah.  Namun, Indonesia belum mampu menempatkan diri sebagai pusat keuangan Islam global.


Pangsa pasar keuangan Islam Indonesia di dunia sekitar 3 %, sedangkan malaysia sebesar 23 % dengan penduduk muslim sebesar 28 juta jiwa (Republika, 12/11).  Walaupun, secara umum perkembangan perbankan dan keuangan syariah  mengalami trend pertumbuhan.  Di sisi lain, keuangan dan perbankan syariah memiliki daya imun cukup tinggi dari goncangan krisis keuangan global. Persoalan ini menjadi bahan pemikiran  berbagai kalangan baik akademisi, prakitisi, maupun kelembagaan  ekonomi  Islam (IDB).
Ragam factor menjadi sorotan berbagai  kalangan.  Mulai dari aspek teoritis, praktik, kelembagaan, hingga peran kebijakan politik pemerintah.

Pada tataran teoritis dan konseptual, Indonesia masih  sangat kekurangan pakar yang benar-benar mendalami secara utuh antara ilmu ushul fikh, fikih  muamalah, dan ilmu ekonomi/keuangan. Cukup sulit, untuk menemukan satu figure sempurna yang memiliki kemampuan utuh pada dua disiplin ilmu, faqih fiqih dan ekonomi.  Tidak hanya pada masyarakat Islam Indonesia, pun pada berbagai negara yang perkembangan ekonomi Islamnya cukup pesat.

Jamaknya, para pakar ekonomi cukup mumpuni pada ilmu ekonomi/keuangan namun awam dalam ushul fiqh  atau fiqh  muamalah. Sebaliknya,  tidak sedikit yang piawai  dalam fikih  dan usul-nya, tetapi memiliki  pengetahuan ilmu ekonomi/keuangan yang terbatas.

Inilah tantangan bagi PT yang telah membuka jurusan ekonomi/keuangan Islam, untuk bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan integrative baik pada tataran fikh-usulnya dan ekonomi-keuangan.  Meski demikian, respon positif patut diberikan dimana mereka telah menangkap peluang pasar kebutuhan SDM lembaga keuangan-syariah yang cukup tinggi.

Keberadaan kelembagaan dan core kajian keilmuan tentu menjadi hal yang sangat penting untuk dapat menghasilkan SDM yang mumpuni dalam bidang ekonomi.  Saat ini, prodi /jurusan ekonomi-keuangan syariah cukup menjamur.  Khusus pada PTAIN/S, prodi/jurusan ekonomi-keuangan umumnya ada di bawah payung Fakultas Syariah, lebih spesifik konsentrasinya pada  fiqih muamalah.

“Berbeda halnya dengan UIN Maliki Malang” kata Dekan FE UIN Malang, Dr. H.A. Muhtadi Ridwan, menjelaskan.  Fakultas Ekonomi memayungi Jurusan Manajenmen, Akuntansi, dan Diploma Tiga Perbankan. Karena, dari aspek kajian teoritis-kurikulum, core fakultas ekonomi berbeda dengan fakultas syariah. Pada Fakultas Ekonomi rumpun keilmuannnya adalah ekonomi/bisnis dalam arti luas, sedangkan syariah masuk rumpun hukum, katanya menambahkan.

Kelembagaan ini tentu akan berpengaruh pada arah strategi pengembangan akademik-kurikulum, sumberdaya manusia, dan output yang dihasilkan. UIN Maliki Malang tidak menyebut ekonomi Islam karena sudah ada di bawah payung UIN (Universitas Islam Negeri Malang), yang secara otomatis memiliki  aspek kajian keilmuan integrative, memadukan antara saint dan agama.  Menurutnya, dalam Islam tidak ada dikotomi aspek keilmuan, termasuk ekonomi dan agama (Islam).

“UIN Malang berarti sudah tepat dan bisa jadi model PTAIN/S se-Indonesia.  Model inilah yang ideal dan kita inginkan” kata Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) , Agustianto.
“Langkah kita sudah on the right track,  tinggal bagaimana mengembangkan dan mempertahankan kesinambungannya”  kata Direktur Pascasarjana UIN Maliki Malang, Prof. Dr. H. Muhaimin, menanggapi pernyataan Agustianto.

Simpulnya, dalam aspek kelembagan-akademik FE UIN Maliki Malang lebih siap untuk mencetak sumberdaya insan yang berkualitas, professional, memiliki basis kompetensi unggul, dan dibutuhkan pasar  industry keuangan saat ini.

“Apalagi jika didukung melalui kebijakan politik pemerintah sebagaimana yang ada di Malaysia, ekonomi-keuangan Islam tentu akan lebih cepat berkembang di Indonesia”, harap Muhtadi. (us).

0 komentar:

Posting Komentar