Meski Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia,
namun hingga saat ini penetrasi produk perbankan dan keuangan syariah
masih masuk dalam kategori rendah jika dibandingkan dengan produk
keuangan konvensional. Hasil surveu BI menunjukan, 89 persen masyarakat
Indonesia dapat menerima prinsip (ekonomi) syariah. Namun, Indonesia
belum mampu menempatkan diri sebagai pusat keuangan Islam global.
Pangsa pasar keuangan Islam Indonesia di dunia sekitar 3 %, sedangkan
malaysia sebesar 23 % dengan penduduk muslim sebesar 28 juta jiwa
(Republika, 12/11). Walaupun, secara umum perkembangan perbankan dan
keuangan syariah mengalami trend pertumbuhan. Di sisi lain, keuangan
dan perbankan syariah memiliki daya imun cukup tinggi dari goncangan
krisis keuangan global. Persoalan ini menjadi bahan pemikiran berbagai
kalangan baik akademisi, prakitisi, maupun kelembagaan ekonomi Islam
(IDB).
Ragam factor menjadi sorotan berbagai kalangan. Mulai dari aspek
teoritis, praktik, kelembagaan, hingga peran kebijakan politik
pemerintah.
Pada tataran teoritis dan konseptual, Indonesia masih sangat
kekurangan pakar yang benar-benar mendalami secara utuh antara ilmu
ushul fikh, fikih muamalah, dan ilmu ekonomi/keuangan. Cukup sulit,
untuk menemukan satu figure sempurna yang memiliki kemampuan utuh pada
dua disiplin ilmu, faqih fiqih dan ekonomi. Tidak hanya pada masyarakat
Islam Indonesia, pun pada berbagai negara yang perkembangan ekonomi
Islamnya cukup pesat.
Jamaknya, para pakar ekonomi cukup mumpuni pada ilmu ekonomi/keuangan
namun awam dalam ushul fiqh atau fiqh muamalah. Sebaliknya, tidak
sedikit yang piawai dalam fikih dan usul-nya, tetapi memiliki
pengetahuan ilmu ekonomi/keuangan yang terbatas.
Inilah tantangan bagi PT yang telah membuka jurusan ekonomi/keuangan
Islam, untuk bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
integrative baik pada tataran fikh-usulnya dan ekonomi-keuangan. Meski
demikian, respon positif patut diberikan dimana mereka telah menangkap
peluang pasar kebutuhan SDM lembaga keuangan-syariah yang cukup tinggi.
Keberadaan kelembagaan dan core kajian keilmuan tentu menjadi hal
yang sangat penting untuk dapat menghasilkan SDM yang mumpuni dalam
bidang ekonomi. Saat ini, prodi /jurusan ekonomi-keuangan syariah cukup
menjamur. Khusus pada PTAIN/S, prodi/jurusan ekonomi-keuangan umumnya
ada di bawah payung Fakultas Syariah, lebih spesifik konsentrasinya
pada fiqih muamalah.
“Berbeda halnya dengan UIN Maliki Malang” kata Dekan FE UIN Malang,
Dr. H.A. Muhtadi Ridwan, menjelaskan. Fakultas Ekonomi memayungi
Jurusan Manajenmen, Akuntansi, dan Diploma Tiga Perbankan. Karena, dari
aspek kajian teoritis-kurikulum, core fakultas ekonomi berbeda dengan
fakultas syariah. Pada Fakultas Ekonomi rumpun keilmuannnya adalah
ekonomi/bisnis dalam arti luas, sedangkan syariah masuk rumpun hukum,
katanya menambahkan.
Kelembagaan ini tentu akan berpengaruh pada arah strategi
pengembangan akademik-kurikulum, sumberdaya manusia, dan output yang
dihasilkan. UIN Maliki Malang tidak menyebut ekonomi Islam karena sudah
ada di bawah payung UIN (Universitas Islam Negeri Malang), yang secara
otomatis memiliki aspek kajian keilmuan integrative, memadukan antara
saint dan agama. Menurutnya, dalam Islam tidak ada dikotomi aspek
keilmuan, termasuk ekonomi dan agama (Islam).
“UIN Malang berarti sudah tepat dan bisa jadi model PTAIN/S
se-Indonesia. Model inilah yang ideal dan kita inginkan” kata Pengurus
Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) , Agustianto.
“Langkah kita sudah on the right track, tinggal bagaimana
mengembangkan dan mempertahankan kesinambungannya” kata Direktur
Pascasarjana UIN Maliki Malang, Prof. Dr. H. Muhaimin, menanggapi
pernyataan Agustianto.
Simpulnya, dalam aspek kelembagan-akademik FE UIN Maliki Malang lebih
siap untuk mencetak sumberdaya insan yang berkualitas, professional,
memiliki basis kompetensi unggul, dan dibutuhkan pasar industry
keuangan saat ini.
“Apalagi jika didukung melalui kebijakan politik pemerintah
sebagaimana yang ada di Malaysia, ekonomi-keuangan Islam tentu akan
lebih cepat berkembang di Indonesia”, harap Muhtadi. (us).
Kamis, 07 Maret 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar