Selasa, 31 Desember 2013

SOLAWAT IRFAN



Ada satu kata yang terblesit di hati sanubari setiap saya ketemu dan berbincang dengan Prof. DR. H. Imam Suprayogo yang biasa saya panggil Pak Imam, yaitu kata "menarik". Pertemuan yang penuh arti, tidak "muspro" (sia-sia). Selalu ada saja yang baru, dan lebih dari itu menghentak hati bagi lawan bicaranya. Seringkali tentang persoalan yang terlupakan oleh banyak orang, soal yang dianggap kecil yang mungkin diremehkan orang lain.

Pak Imam memang sangat perhatian pada soal-soal kecil, karenanya beliau juga sangat piawai menyelesaikan soal-soal besar. Orang bijak mengatakan, "jangan biasakan meremehkan soal-soal kecil, agar bisa menyelesaikan yang besar". Benar juga, karena wong menyelesaikan yang kecil saja tidak bisa apalagi yang besar.
Oke kita tinggalkan dulu diskusi tentang bagaimana cara Pak Imam merespon persoalan, karena terlalu banyak cerita dan pengalaman tentang hal tersebut dan tentu akan saya tulis tersendiri pada tema dan/atau kesempatan lainnya.
Sekarang saya mencoba kembali pada soal solawat, yaitu solawat khusus buat kampus kita tercinta, yang kita kenal dengan Solawat Irfan. Sekitar 16 tahun yang lalu (1997) Pak Imam pernah menyampaikan kepada saya ; "Pak Muhtadi, Cak Nur (Nur Cholis Madjid) kok minta saya banyak-banyak membaca solawat, sebenarnya solawat itu apa ?".
Saya sedikit kaget mendapat pertanyaan yang tidak saya duga itu, walaupun cara seperti ini selalu dilakukan oleh Pak Imam ketika beliau mempunyai suatu ide; disampaikan dulu secara informal kepada banyak orang, dan selalu diulang-ulang. Maksudnya untuk mengetahui respon mereka, sebelum ide tersebut menjadi keputusan/kenyataan.
Pertanyaan yang terkesan sangat sederhana tetapi penuh makna tersebut saya jawab sekenanya, "solawat itu dapat membikin hati ayem bagi setiap orang yang membacanya".
Jawaban saya tadi ternyata mendapat respon positif dari Pak Imam yang kemudian berujung keluar perintah yang juga tidak saya perkirakan, "yo wis nek ngono, tolong jenengan damelaken solawat khusus kangge kampus kita"  (ya sudah kalau begitu, tolong kamu buatkan solawat khusus untuk kampus kita) .
Dengan tersipu saya mencoba mengelak perintah tersebut sambil berkata dalam hati; "kok rasanya saya belum pernah mendengar kalau sembarang orang bisa (baca; boleh) mengarang solawat, justru yang saya tahu orang dengan kreteria dan reputasi tertentu yang punya otoritas tersebut, bahkan melalui proses "ijazah". Kata hati tersebut saya coba memberanikan diri mengungkapkan secara lisan sebagai respon perintah yang sangat langka dan menarik dari seorang yang terpublikasi di buku "Tokoh Berpengaruh di Jawa Timur”.
Dasar Pak Imam, yang menurut saya tergolong orang yang pantang menyerah dan pantang gagal kalau punya kepinginan, walaupun kelihatannya terdiam ketika mendengar jawaban saya, namun esok harinya Pak Imam sudah menunjukkan konsep solawat kepada saya.    
Konsep tersebut tertulis pada sobekan kertas buku tulis yang biasa dipakai anak Sekolah Dasar, yang dibuat oleh Gus Rofiq, pemgasuh Pondok Pesantren al-Fadloli Malang. Kemudian dibaca oleh bapak H. Ahmad Muhdlor (alm) dosen senior fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, setelah Pak Imam menunjukkan kepada beliau. Oleh Pak Haji kemudian dihaluskan bahasanya dan diberi nama "Solawat Irfan". Solawat tersebut resmi sebagai solawat wajib kampus kita tercinta sampai sekarang. Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bi al-Shawab.

0 komentar:

Posting Komentar