Senin, 30 Desember 2013

PENGHORMATAN BUAT HAFIDH QUR'AN



Bermula dari upaya klarifikasi tentang perilaku salah satu mahasiswa yang tergolong overacting, saya yang kebetulan memegang amanah sebagai pendamping mahasiswa (Pembantu Ketua bidang Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Malang tahun 2000)  berkesimpulan harus segera ada upaya solutif yang komprehensif dan berkelanjutan.

Perilaku mahasiswa tersebut adalah "rajin demo" (baca; rajin ngajak demo) yang seringkali tidak jelas issue dan tujuaannya. Saking rajinnya dia tidak memperdulikan ketika mengajak demo tidak ada mahasiswa lainnya yang merespon, walaupun hanya 5 mahasiswa yang mengikuti aksi tetap dilanjutkan.
Mahasiswa sekaligus santri Ma'had Sunan Ampel al-Aly UIN Maliki Malang angkatan pertama tersebut juga penggerak aksi protes kepada para kyai Ma'had. Ini pengalaman pertama saya menyaksikan santri demo kyainya. Disamping rajin demo mahasiswa tadi juga malas masuk kuliah, sehingga tertinggal jauh dengan teman-teman seangkatannya, justru kalau tidak salah tidak sampai lulus sarjana.
Di balik itu semua, saya dibuat kaget bukan kepalang, setelah mendapat pengakuan bahwa dia adalah abituren (lulusan) salah satu Pondok Pesantren Tahfidh Qur'an di Tebuireng Jombang. Lebih kaget lagi dia bilang sebenarnya pernah mempunyai hafalan al-Qur'an sebanyak 15 juz tetapi hafalan tersebut hilang tidak membekas.
Dari pengakuan yang terakhir tentang hilangnya hafalan al-Qur'an, saya menjadi teringat pesan guru mengaji saya ketika di pesantren bahwa "seseorang yang memiliki hafalan al-Qur'an kemudian tidak bisa dan sengaja tidak menjaga hafalannya akan mendapat laknat dari Allah SWT". Pesan guru saya tersebut menggugah saya untuk berpikir, kalau muridnya dapat laknat, bagaimana dengan guru/dosennya, lebih-lebih pimpinannya yang mempunyai tanggung jawab atas amanah orang tua si mahasiswa. Pasti laknat tersebut lebih berat, akibat kelalaian dan/atau ketidakpeduliannya atas amanah yang diembannya.
Upaya solutif kemudian saya coba lakukan dalam bentuk mengusulkan kebijakan Rektor untuk memberi penghormatan berupa bebas uang Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP) bagi hafidh al-Qur'an. Langkah pertama yang saya lakukan adalah mapping huffadh di masing-masing jurusan (ketika masih STAIN Malang) dengan menyebar form isian, dan hasilnya ditemukan ada 17 mahasiswa penghafal al-Qur'an antara 1 sd 30 juz.
Sebenarnya masih banyak yang tidak mau mengisi form yang kami sediakan, tetapi mereka enggan mengisinya, karena mendengar "mereka akan mendapatkan beasiswa". Saya tidak terlalu kaget dengan respon tersebut, karena sedikit banyak saya pernah mendengar dan mengetahui bahwa penghafal al-Qur'an rata-rata tidak selalu mau menampakkan diri, apalagi kemudian karena hafalannya kemudian mereka mendapat pemberian materi (baca: hadiah). Suatu perilaku ikhlas, tanpa pamrih dan apalagi kemudian menerima hadiah, merupakan karakteristik para hamil al-Qur’an.
Dari hasil mapping dan saya lengkapi dengan konsep bentuk pemberian penghomatannya saya sampaikan kepada Ketua STAIN Malang, Pak Imam. Usulan bentuk pemberian penghormatan tersebut antara lain sebagai berikut :
1.      Program Pendampingan Merawat Hafalan al-Qur'an;
a)      Tashih periodik setiap semester untuk memastikan perkembangan hafalan.
b)      Setoran dan tashih harian untuk mengetahui perkembangan hafalan.
c)      Khotmul Qur'an setiap satu minggu sekali secara bergantian antara santri putra (minggu 1 dan 3) dan santri putri (minggu 2 dan 4).
2.      Program Pendampingan Peminat Hafalan al-Qur'an;
a)      Pembinaan bacaan al-Qur'an mulai dasar.
b)      Bergabung pada setiap acara khotmil Qur'an.
3.      Program Pemberian Penghormatan Terhadap Penghafal al-Qur'an;  
a)      Pemberian bebas SPP satu semester bagi hafidh sekitar 10 juz.
b)      Pemberian bebas SPP dua semester bagi hafidh sekitar 20 juz.
c)      Pemberian bebas SPP tiga semester bagi hafidh sekitar 30 juz.
Pemberian bebas SPP akan diteruskan apabila pada setiap semester ditashih (dicek)  masih tetap hafalannya.
4.      Pembentukan Jam'iyatul Qurra' wa al-Huffdh (JQH) STAIN Malang sebagai wadah kegiatan.
 Pak Imam tidak memerlukan banyak waktu untuk merespon usulan/konsep yang saya ajukan, beliau menyatakan bahwa ”soal-soal yang sangat baik seperti ini harus segera direalisasikan Pak Muhtadi”. Agar tidak ada kesulitan saya mau menanyakan beberapa hal soal ide ini, yaitu; pertama, uangnya dari mana ? yang kedua, saya minta P. Muhtadi menjelaskan sedikit tentang latar belakang ide ini.
Untuk pertanyaan pertama saya mencoba menjawab sekenanya, kita tidak perlu menyiapkan uang, hanya secara teknis ketika kita membuat laporan ke Menteri Agama, pada daftar herregistrasi mahasiswa yang biasa kita lakukan setiap semester cukup dibubuhi keterangan ”yang bersangkutan tidak membayar SPP karena hafal al-Qur’an sekian juz”. Wa, ini solusi kreatif namanya, demikian Pak Imam menyambutnya.
Untuk pertanyaan kedua saya juga mencoba menyampaikan tentang ”laknat” sebagaimana saya sampaikan diatas. Kemudian saya lanjutkan bahwa kita ingin menciptakan suasana Qur’any di kampus kita tercinta ini. Lagi-lagi Pak Imam tersenyum merespon penjelasan singkat saya tadi. 
 Alhamdulillah, program yang sederhana namun penting tersebut teralisasi dengan baik, justru sekarang sudah berkembang, baik secara kelembagaan maupun jumlah mahasiswa yang bergabung. Secara kelembagaan, dari JQH menjadi Haiah Tahfidh al-Qur’an dengan jumlah mahasiswa sebesar 2.600 lebih.
Tentu, kita semua berharap program yang mungkin pertama kali dilakukan di UIN Maliki Malang yang kemudian selanjutnya dicontoh oleh beberapa Perguruan Tinggi lainnya, terus dijaga dan dikembangkan sebagai bagian dari upaya melahirkan generasi yang tangguh dan berkarakter sesuai ajaran al-Qur’an, amin. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

0 komentar:

Posting Komentar