Biografi Abu Dawud
Imam Abu Dawud ketika kecil bernama Sulaiman, bin Asyas bin Ishaq, bin
Basyir, al-Azdiy al-Sijistani. Imran al-Azdiy seorang leluhur Abu Dawud
berperan aktif dalam kesatuan tentara pendukung Khalifah Ali bin Abi
Thalib pada pertempuran Shiffin. Azdiy adalah sebuah suku besar di Yaman
yang merupakan cikal bakal imigran ke Yatrib dan kelak menjadi inti
kelompok Anshar di Madinah. Inisial al-Sijistani dibelakang nama beliau
menjadi sebab orang menduga bahwa Imam Abu Dawud berdarah keturunan
al-Sijistan, wilayah bagian selatan Afganistan (Kabul). Bahkan ada pula
yang mengira Sijistan sebuah daerah terkenal di negeri India bagian
selatan. Ibnu Hilikan dan Ibnu al-Subkioptimis menunjuk wilayah Yaman.
Pada periode kebangkitan ilmu ke-Islam-an Sulaiman bin al-Asy-as lahir,
atau tepatnya tahun 202 H, pada masa pemerintahan dinasti Abbasiah
dijabat oleh Khalifah al-Ma’mun. Karier Kaulamaan Imam Abu Dawud
menonjol sejak menetap tinggal di kota Baghdad. Atas permohonan Amir
Bashrah (Abu Ahmad al-Muwaffiq) Imam Abu Dawud bersedia pindah
berdomisili ke Bashrah. Saat itu Amir Bashrah tengah berupaya
menghilangkan kenangan bruruk masyarakat terhadap kota Bashrah yang
pernah menjadi pusat fitnah, yakni ajang pembunuhan massal seluruh
sisa-sisa keturunan dinasti Umayyah dalam suatu resepsi yang
direncanakan sebagai makar pembantaian. Bashrah diprogram sebagai
centra kegiatan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta Imam Abu Dawud
dijadikan maskot programnya. Di kota ter-sebut Imam Abu Dawud wafat
bertepatan hari Jum’at 14 Syawal 275 H.
Seorang putera kandung beliau Abdullah, dikenal kemudian dengan
panggilan Abu Bakar, lahir 230 H. dan meninggal 316 H, telah mewarisi
keahlian hadis ayahandanya sehingga masyarakat muhaddisin menggelari
dengan al-Hafidz. Abu Bakar Ibnu Abu Dawud kelak menjadi ulama
kenamaan dan produktif dalam karangan ilmiah, diantaranya al-Mashahif,
Musnad A’isyah, kitab al-Ba’si Wal-Nusyur dan lain-lain.
Tour studi ke 8 (delapan) negara, yakni Hijaz, Syiria, Mesir, Jazirah,
Khurasan, Koufah, Hirah (Harare) dan baghdad telah mengantarkan Imam
Abu Dawud menjadi seorang al-Hafidz yang menguasai illat-hadis, dirasad
al-asanid dan sekaligus mengorbitkannya menjadi al-faqih kedua dalam
jajaran ulama muhaddisin. Ibnu Hajar al-Asqalani memperkirakan jumlah
300 ulama hadis yang bertindak sebagai guru hadis Imam Abu Dawud.
Guru-guru tersebut seringkali menyatu dengan guru hadis Imam al-Bukhari
dan Imam Muslim, seperti Imam Ahmad bin hanbal, Qutaibah bin Sa’ad,
Usman bin Abi Syaibah. Selain mereka terdapat ulama kritikus hadis Yahya
Ibnu Ma’in, Muhaddis yang faqih Ishaq bin Rahuwaih, Abdullah bin
Maslamah al-Qa’nabi, Abu al-Walid at-Thayalisi, Abu Amr al-Dharir dan
lain-lain. Popularitas Imam Abu Dawud sebagai ulama semasa dengan Imam
al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Hatim al-Razi, Abu Zur’ah, al-Zuhali dan
ulama seangkatan mereka.
Di antara murid asuhan Imam Abu Dawud muncul nama-nama besar ahli hadis,
kolektor, kritikus maupun ahli pengulas hadis. Sebagian mereka adalah
Imam al-Turmuzi, al-Nasa’i, Harb bin Isma’il al-Karmani, Abu Basyar
al-Daulabi, Zakaria al-Saji, Abu ‘Awanah dan Muhamad bin Nasar
al-Maruzi.
Kepeloporan Imam Abu Dawud dalam bidang hadis terkihat pada perintisan
koleksi kitab sunan, yaitu kitab yang menghimpun sejumlah hadis marfu’
dengan sistematika menyerupai kitab fiqih dengan sub bab yang berurutan.
Tekad itu dibuktikan dengan tidak memuat satupun hal/informasi yang
mauquf, karena informasi yang mauquf hanya patut digolongkan sebagai
hadis, bukan sebagai sunnah. Komitmen ini berpengaruh terhadap proses
pemuatan sunnah bermutu shahih di samping sunnah yang bermutu hasan dari
segi klasifikasi riwayatnya.
Afiliasi Fiqh Abu Dawud
Predikat “faqh” kedua dalam jajaran ulama muhadditsin diberikan kepada
Imam Abu Dawud sesudah Imam al-Bukhari. Koleksi Sunan Abu Dawud yang
melengkapi seluruh pokok bahasan ilmu fiqh menyajikan referensi
hadis/sunnah yang lazim menjadi rujukan dasar-dasar hukum oleh para
Fuqaha seakan mendukung kebenaran predikat tersebut.
Cukup beralasan bila Abu al-Hasan al-Syairazi memasukkan Imam Abu Dawud
ke dalam thabaqat fuqaha Hanabilah (berafiliasi kepada madzhab fiqh
Ahmad Ibnu Hanbal). Maklum kiranya karena Imam Ahmad bin Hanbal
merupakan guru utama Abu Dawud, disiplin ilmu hadis, jarah wat-ta’dil
dan ilmu fiqh dalam forsi besar diperoleh dari beliau. Abu Dawud oleh
Abu Ya’la dibangsakan sebagai ashab senior Imam Ahmad bin Hanbal dan
dalam proses penapisan kitab Sunan Abu Dawud memanfaatkan hubungan
dekat dengan Imam Ahmad sebagai konsultan.
Imam al-Subhi cenderung membangsakan sikap fiqh Imam Abu Dawud
berafiliasi Syafi’iyah, terbukti Qutbuddin Asy-Syafi’i (wafat 652 H)
berkepentingan mensyarahi kitab Sunan Abu Dawud.
Al-Zahabi dan Dr. Muhammad Abu Syuhbah menilai Imam Abu Dawud sebagai
mujtahid independen, mengingat potensi melakukan ijtihad fardi (mandiri)
merupakan ciri umum kemampuan basic rata-rata ulama hadis angkatan
pertama (mutaqaddimin). Boleh jadi Imam Abu Dawud tergolong
penganut/pendukung madzhab salaf, terbukti dengan loyalitas tinggi
terhadap sunnah dab menerima bulat dogma ayat/hadis mutasyabih tanpa
harus dita’wilkan serta beliau selalu menghindar terhadap polemik gaya
ulama mutakallimin. Sikap pribadi Imam Abu Dawud yang independen ikut
mendukung popularitas kitab Sunannya begitu diterima oleh fuqaha dari
berbagai madzhab.
Secara jujur perlu diakui bahwa Abu Dawud menonjol spesialisasi fiqhnya
mengingat kitab Sunan Abu Dawud dipersiapkan sebagai koleksi hadis
hukum dan rumusan judul setiap sub babnya merupakan rekaman konsensus
pendapat para fuqaha pada masa kitab tersebut disusun. Hal itu
mencerminkan betapa besar perhatian Imam Abu Dawud dan cukup luas
wawasan ilmu fiqhnya. Sikap moderat dalam menyajikan faham fiqh diakui
oleh banyak pihak disamping sifat wara’i (perwira) dalam penampilan dan
kehidupan sehari-hari.
Sunan Abu Dawud
Nama “as-Sunnan” merupakan pemberian langsung Imam Abu Dawud terhadap
koleksi hadis monumental, adalah karya tersiar diantara 19 titel kitab
lain yang berhasil di selesaikan oleh Imam Abu Dawud al-Sijistani.
Karangan beliau yang sempat diterbitkan antara lain al-Marsail, Dala-il
al-Nubuwah, Fadhail al-a’mal, ibtida’-ul wahyi, kitab al-Raad ‘ala ahli
al-Qadar, Masa-il al-Imam Ahmad, Akhbar al-Khawarij, kitab al-Zuhd,
Nasikh al-Qur’an Wa Mansukhuhu (al-Nasikh wa al-Mansukh), al-Tafarrud fi
al-Sunan dan Fadha-il al-Anshor.
Koleksi al-Sunan diedit dari 500.000 perbendaharaan Imam Abu Dawud,
diproses selama 35 tahun dan terakhir dimintakan uji mutu riwayat
hadisnya kepada Imam Ahmad bin Hanbal selaku guru beliau. Sunan Abu
Dawud memuat 4.800 inti hadis dan bila dihitung pula bagian-bagian
yang diulang mencapai jumlah 5.274 hadis. Koleksi as-Sunan tersusun
dalam beberapa kitab, terbagi menjadi 35 paragraf dan dikelompokkan
kedalam 1871 sub judul (sub bab).
Koleksi sunnah dalam as-Sunan terbatas pada riwayat bermateri
kandungan hukum (ahkamuddin) saja. Untuk peminat hadis bermuatan
al-fadha’il, suhud, al-raqa’iq, kisah-kisah dan al-adab telah beliau
sediakan dalam bentuk koleksi lain tersebar pada 18 titel kitab beliau.
Bagi setiap sub bab lazim tertera sebauh atau sebanyak 2 (dua) unit
hadis, dikandung maksud agar mudah memanfaatkannya. Sekira pada sub bab
yang sama diulangi redaksi sebuah hadis, tentu terkait upaya
memperkenalkan tambahan redaksi atau informasi lain yang menyentuh
batang tubuh hadis di atasnya.
Porsi perhatian Imam Abu Dawud lebih mengarah ke sektor matan hadis,
tepatnya pada bahasa (redaksi) matan hadis, hal itu sejalan dengan fokus
fiqhul-hadis yang menjadi sasarannya. Sering dijumpai adanya
penyederhanaan terhadap rumusan matan hadis, sebab dipandang akan
menyulitkan pembaca bila ingin menyimpulkan kandungan fiqhnya. Di
samping pertimbangan tersebut motif penyederhanaan (penyingkatan) matan
hadis berkait dengan penyajian hadis yang bersangkutan hanya sebagai
istisyad (saksi penguat) bagi unit hadis yang termuat di sub bab yang
sama.
Koleksi sunnah (hadis) yang dihasilkan oleh Imam Abu Dawud memuat banyak
riwayat yang sulit dijumpai pada kitab kolektor yang lain, hal itu
menurut penilaian al-Hafidz Ibnu Kasir merupakan kelebihan tersendiri
dari Sunan Abu Dawud, namun pada segi lain Imam Abu Dawud amat sederhana
dalam menangani sektor sanad. Adalah reputasi tersendiri bila Sunan Abu
Dawud berhasil mengantisipasi riwayat mauquf, bahkan cukup mantap dalam
menolak kehadiran informasi yang bertaraf asar (asar shahabi atau
tabi’in).
Derajat Kedudukan Sunan Abu Dawud
Bersama al-Jami’ al-Bukhari, Shahih Muslim, al-Jami’ at-Turmudzi, Sunan
Abu Dawud disepakati oleh mayoritas ulama hadis (muhaddisin) sebagai
kitab bertaraf standard (al-kutub al-khamsah) untuk sub disiplin hadis.
Keunggulan pada segi sistematika hadis diakui oleh Imam al-Nawawi dan
Ibnul-Jauzi disamping segi kedisiplinan Abu Dawud dalam menolak
riwayat eks perawi kelompok dhu’afa (cacat kepribadian). Di tinjau dari
jumlah satuan hadis hukum yang termuat dalam Sunan Abu Dawud, Imam Abu
Hamid al-Ghazali optimis bila kitab tersebut dipandang memadai bagi
kesiapan ilmu (syarat basis intelektual) calon mujtahid.
Memperhatikan derajat mutu riwyat hadis yang ter-kandung dalam Sunan
Abu Dawud bervariasi antara shahih li dzatihi, sahih li ghairihi, hasan
li dzatihi dan hasan li ghairihi, pantas bila analisis al-Zahabi
menyimpulkan bahwa 50 % hadis hukum yang termuat dalam Sunan Abu Dawud
terkoleksikan pula dalam al-Jami’ al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sisa 50 %
lainnya boleh jadi diketemukan pada kandungan hukumnya di dalam kedua
kitab keshahihain itu. Fakta yang menjadikan derajat Sunan Abu Dawud
berada dibawah level Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim adalah
kesediaan Imam Abu Dawud menumpang riwayat dha’if yang bisa
dipertimbangkan kehujjahannya. Hal itu seperti sanad lemah berhubung
perawi lemah hapalannya. Seperti terbaca melalui surat terbuka Imam Abu
Dawud kepada penduduk Mekkah menyatakan bahwa sekira hadis koleksi
As-Sunan itu mengandung unsur kelemahan, pasti segi kelemahannya di
jelaskan, mungkin segi sanadnya saja yang tidak sahih. Diakui pula bahwa
As-Sunan menampung hadis yang tidak muttasil yakni sebangsa mursal atau
mudallas. Menurut Imam Abu Dawud hal itu terpaksa dilakukan berhubung
untuk topik itu terlalu sulit untuk menemukan hadis yang dinilai
shahih oleh kalangan muhaddisin dengan identitas muttasil yang prima.
Seperti halnya pemuatan hadis munkar karena terdesak oleh ketiadaan
riwayat hadis semateri yang di butuhkan selain hadis bermutu munkar
satu-satunya itu.
Pengakuan terbuka Imam Abu Dawud cukup untuk menyingkap totalitas mutu
As-Sunan sebagai amat menjunjung tinggi sekala kesahihan sekiran untuk
hadis dengan strata tersebut masih bisa diusahakan. Hadis dengan strata
mutu riwayat di bawah level shahih tetap dimuat sejauh patut
dipertimbangkan pendayagunaannya untuk kepentingan hujjah.
Selaras dengan pengakuan tersebut di atas menurut estimasi Ibnu Shalah
sekira hadis (riwayat) tertentu dalam koleksi Sunan Abu Dawud terdapat
padanan matannya pada Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, atau salah
satu dari kesahihan itu tidak diperoleh informasi pasti mengenai mutu
keshahihan hadis tersebut dari kalangan ulama muhadditsin, maka kualitas
hadis (riwayat) tersebut dipastikan hasan menurut kriteria Imam Abu
Dawud.
Kepercayaan umat terhadap mutu keseluruhan Sunan Abu Dawud telah
dibuktikan oleh simpati besar intelektual muslim di wilayah Iraq, Mesir
dan Maghrabi dengan menjadikan kitab tersebut sebagai referensi hadis
hukum yang diunggulkan mereka. Pada saat/periode yang sama al-Jami’
al-Bukhari dan Shahih Muslim lebih populer di Khurasan dan wilayah
sekitarnya.
Sekalipun besar kepercayaan umat Islam kepada kitab Sunan Abu Dawud,
namun al-Hafidz Ibnu al-Jauziy menuduh sedikitnya 9 (sembilan) hadis
koleksi Abu Dawud sebagai maudhu’ (palsu). Reaksi ulama terhadap
tuduhan/saksi maudhu’ kepada Sunan Abu Dawud (sekalipun hanya untuk
kesembilan unit hadis) terpulang dari kecerobohan Ibnul-Jauziy sebagai
kritikus yang amat gegabah dan tergesa-gesa mengambil keputusan.
Jalaluddin As-Sayuthi tegas-tegas menolak tuduhan Ibnul Jauziy itu.
Belajar dari pengalaman ulama hadis masa lalu seyogyanya bila hendak
memanfaatkan hadis (riwayat) eks koleksi Imam Abu Dawud supaya diadakan
pengkajian lebih cermat guna menentukan klasifikasi mutu shahih, hasan
atau dha’if, demi memelihara kesucian ajaran Islam melalui seleksi
sumber referensinya.
Kodifikasi dan Syarah Sunan Abu Dawud
Edisi lengkap Sunan Abu Dawud telah dipergelarkan kepada masyarakat luas melalui rawi utama sebagai berikut:
Abu Ali al-Lu’lui (wafat 333 H) seorang ulama Bashrah penjual batu
permata. Notula al-Lu’lui dinilai paling lengkap, utuh dan sempurna
naskahnya ;
Ibnu Dasah al-Maghribi (wafat 346 H) ;
Ibnu al-Arabi (wafat 340 H) ;
Ibnu al-Abdi al-Anshari (wafat 328 H).
Koleksi hadis Sunan Abu Dawud telah memikat ulama generasi berikutnya
untuk mengulas (mensyarahi) kandungannya dan tak kurang dari 13 kitab
yang ditulis oleh ulama dengan latar belakang madzhab fiqh yang berbeda,
antara lain :
Ma’alim As-Sunan, oleh Al-Khathabi (wafat 388 H) ;
Syarah As-Sunan, oleh Ar-Ramli (wafat 844 H) ;
Syarah As-Sunan, oleh Quthbuddin as-Syafi’i (wafat 652 H) yang naskah aslinya belum pernah digandakan ;
Aunu Al-Ma’bud, oleh Syamsu al-Haqq al-Adhim Abadi, dinilai sebagai kitab syarah terpadat dan berwawasan luas ;
Al-Minhal al-’Azbu al-Maurud, oleh syeikh Mahmud al-Subki (wafat 1352 H)
mencapai 10 jilid format besar dan dilanjutkan oleh putera beliau
syeikh Amin Mahmud al-Subki sehingga selesai menjadi 14 jilid.
Bahan Pustaka :
Al-Hafidz Al-Mabarkafuri, Muqaddimah Tuhfatul-Ahwadzi, Beirut, Dar Al-Fikri, 1979, jilid I, hal. 109-110.
Dr. Muhamad Abu Syuhbah, Al-Kutub Al-Sihah Al-Sittah, Mesir, Al-Azhar, 1969, hal. 102-115.
Muhammad Al-Shabagh, al-Hadis al-Nabawi, Riad, al-Maktab al-Islami, 1976, hal. 388-393.
Dr. Dr. Musthafa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuham, Kairo, Dar al-Qaumiyah, 1949, hal. 411-412.
Dr. Ahmad Umar Hasyim, Manhaj al-Imam Abu Dawud al-Sijistani, Majalah
Rabithah al-Alami al-Islami, Mekkah, tahun XIX, Nopember 1980, hal.
53-56.
Dr. Abd. Alim Abd. Azhim al-Bastawi, al-Imam Abu Dawud al-Sijistani
(hayatuhu wa makanatuhu al-’ilmiyah), SK. Akhbar al-Alami al-Islami,
Mekkah al-Mukarramah, tahun XXV, tanggal 7 dan 12 Agustus 1989 dan 4
September 1989.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar