Banyak hikmah yang dapat diambil dari kunjungan dua tokoh dunia,
Dr. Ahmed Mohammad Ali Madani, Presiden Islamic Development Bank dan
Prof. Dr. (HC) Dr. Ing. Bachruddin Jusuf Habibie, bapak teknologi Islam
di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang
pada hari Selasa 10 Mei 2011 tempo hari. Hikmah tersebut mengandung
berbagai tuntutan, peluang, dan tantangan bagi sivitas
akademika UIN Maliki Malang dalam memegang amanah pengelolaan dan
pengembangan kampus menuju “The Real Islamic University”. The
Real Islamic University adalah ungkapan singkat yang pernah disampaikan
oleh Prof. Drs. H. Malik Fajar, M.Sc an. Presiden RI yang ketika itu
sebagai an intrem Menkokesra RI dalam sambutan Peresmian Universitas
Islam Negeri (UIN) Malang tahun 2004.
Tuntutan, peluang dan tantangan yang harus dipahami secara bersama
oleh keluarga besar sivitas akademika, bahwa UIN Maliki Malang mempunyai
cita-cita besar, tidak hanya terbaik di level nasional (Indonesia)
tetapi juga sejajar dan diperhitungkan di level dunia sebagai The Real
Islamic University. Cita-cita ini sudah dicangkan sejak akhir tahun 1997
dalam beberapa diskusi (yang seringkali dilakukan secara informal)
kemudian dituangkan dalam dokumen RENSTRA 10 TAHUN KE DEPAN STAIN MALANG
(1998-2008)); yaitu setelah ada kebijakan pemerintah tentang alih
status dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel di Malang ke STAIN
Malang. Peluang besar yang tidak kita sia-siakan, karena di dalamnya
terkandung aspek otonomi dalam pengelolaan dan pengembangan setelah
sekitar 4 (empat) dekade (1961-1997) bergantung pada kebijakan IAIN
Sunan Ampel Surabaya sebagai induk lembaga.
Perguruan tinggi, seperti kita fahami bersama, mempunyai dua tugas
pokok. Di satu fihak kita dituntut untuk mendidik para putera bangsa
agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang termutahkir, yang
mengharuskan setiap perguruan tinggi untuk selalu mempersiapkan tenaga
kependidikan yang terbaik serta fasilitas pendukung yang tercanggih. Di
lain fihak, dalam konteks Indonesia, kita juga memiliki kewajiban sosial
yang tidak kalah pentingnya, yakni menjadi lokomotif pembangunan umat,
termasuk mempersiapkan anak didik kita untuk menjadi calon-calon
pimpinan bangsa yang bermoral tinggi, berakhlaqul kariah, beradab dan
berbudaya.
Persoalannya adalah seberapa siap kita melaksanakan tugas mulia ini ?
Saya khawatir, berbagai kendala birokratis, perilaku kepemimpinan,
budaya kerja warga kampus yang ada saat ini dalam merealisasikan program
spektakuler tersebut justru membelenggu pemikiran-pemikiran yang
menjangkau jauh ke depan. Mantan Menteri Pendidikan Dr. Daoed
Joesoef, dalam salah satu tulisannya, menggambarkan bahwa sebagai bangsa
kita menderita myopia temporal. Akibatnya, kita tidak mampu
memahami masalah-masalah yang dihadapi bangsa dalam perspektif jangka
panjang. Sebagai bangsa kita terjebak dalam carut-marut permasalahan
saat ini dan lupa bahwa setiap tindakan yang kita lalukan untuk
mengatasi permasalahan jangka pendek mempunyai dampak positif dan
negatif di masa depan. Karena implikasi tindakan jangka panjang kurang
dipertimbangkan, seringkali solusi jangka pendek berkembang menjadi
masalah baru pada jangka panjang, sehingga menjadi beban generasi
berikutnya.
Pada kurun waktu 10-15 tahun ke depan, perguruan tinggi Indonesia
akan menghadapi berbagai tantangan besar yang perlu di respons dengan
bijaksana. Globalisasi ekonomi dan revolusi teknologi
informasi adalah dua kekuatan besar yang amat mempengaruhi dunia
penguruan tinggi Indonesia. Kalau lembaga pendidikan tinggi nasional
tidak mampu merespons tantangan globalisasi ini dengan memadai,
diperkirakan lembaga tersebut akan tidak mampu mempertahankan
eksistensinya di masyarakat dan secara pelan tetapi pasti akan
kehilanganan peranannya. Mudah-mudahan ramalan yang pesimistis ini tidak
perlu terjadi asal kita mampu mengembangkan strategi-strategi survival
yang tepat.
Dunia pendidikan tinggi yang menganut faham universialisme ilmu
pengetahuan dan teknologi sebenarnya selalu memperhatikan dan
pertimbangan bahwa masyarakat pendidikan Indonesia adalah bagian dari
masyarakat global. Proses seperti ini oleh Beck disebut globalitas yang
sudah berlangsung sejak lama dalam dunia pendidikan maupun dalam
perdagangan intenasional. Tetapi dalam perkembangan yang terjadi sejak
1970an globalisasi berkembang menjadi “the process through which
sovereign national states are criss-crossed and undermined by
transnational actors – governments or MNCs – with varying prospects of
power, orientations, identitities, and networks”.
Dalam proses globalisasi tersebut, dua kekuatan yang amat menentukan
adalah kemajuan atau bahkan revolusi teknologi khususnya dalam teknologi
informasi dan bioteknologi yang dikuasai oleh
perusahaan-perusahan yang memiliki dan menguasai modal finansial dan
intelektual. Restrukturisasi sosial-ekonomi yang terjadi di
negara-negara maju pada kurun waktu 1980an terjadi karena didorong oleh 2
kekuatan besar yakni kemajuan teknologi informasi dan keputusan
perusahaan yang menguasai modal besar.
Untuk memenuhi tuntutan dan memahami peluang dan tantangan
sebagai upaya terwujudnya cita-cita besar UIN Maliki Malang sebagai The
Real Islamic University dan diperhitungkan di tingkat dunia ada beberapa
hal disarankan, yaitu antara lain :
- Fokus terhadap gawe besar ini, karena issue dan perbincangan di hampir semua perguruan tinggi, baik dalam dan luar negeri selalu mengarah bagaimana perguruan tinggi yang diembannya masuk di daftar perguruan tinggi dunia. Satu hal yang harus dipahami setidaknya ada tiga hal yang menjadi fokus perbincangan dan diwujudkan dalam program prioritas, yaitu ; pertama, soal performance research sebagai core product perguruan tinggi; kedua, soal quality assurrance sebagai pengawal produk, dan yang ketiga soal branding sebagai upaya membangun pemahaman masyarakat terhadap UIN Maliki Malang.
- Tidak cukup pada tataran perbincangan dan meletakkannya sebagai program prioritas, tetapi betul-betul dilakukan secara sungguh-sungguh dan tidak hanya sebagai kegiatan/program gagah-gagahan, dalam upaya untuk menjadikan UIN Maliki Malang yang sudah menjadi harapan banyak pihak sebagai sentral pembangunan bangsa yang cerdas dan bermartabat.
- Komitmen dan konsistensi semua pihak dalam rangka memegang amanat umat ini, mulai dari pimpinan universitas, pimpinan fakultas, pimpinan unit-unit, pimpinan mahasiswa, dan seluruh warga besar kampus ini, karena tanpa komitmen dan konsistensi tersebut mustahil program besar tersebut akan terwujud.
0 komentar:
Posting Komentar