Rabu, 13 Maret 2013

Memelihara Kesenangan Emak

MEMELIHARA KESENANGAN EMAK

Pada hari Rabu, 5 November 2012 bersama isteri saya memenuhi undangan PT. Bursa Efek Indonesia bekerjama dengan Bapepam-LK Kementerian Keuangan, kpei, dan ksei yang menggelar acara penting, yaitu “INVESTOR SUMMIT 2012” bertempat di Grand City Mall & Convex Surabaya. Usai acara saya menyempatkan diri silaturrahim sekaligus ta’ziyah ke rumah keluarga di Gresik.


Dalam perjalanan saya mengambil rute yang menurut isteri saya tidak biasa dilewati ketika berulang kali ke Gresik. Karena itu, isteri saya beberapa kali bertanya. Isteri saya bingung, karena beberapa kali pertanyaannya tidak terjawab. Isteri saya baru paham ketika di suatu tempat saya memarkir mobil kemudian mengajaknya masuk melewati pintu gerbang besar yang terpampang tulisan “Pesarean Nyai Gede Pinatih Ibu Asuh Sunan Giri”. (riwayat singkat Nyai Gede Pinatih, klik disini)

Emak/ibu saya ketika masih sugeng sering ziarah ke pesarean ini, demikian saya mencoba memberi jawaban yang tertunda dari bebera kali pertanyaan ketika masih di perjalanan. Ziarah ke makam atau pesarean para tokoh atau sesepuh adalah salah satu dari dua macam kebiasaan atau kesenengan yang dilakukan emak Hj. Masning al-maghfur laha. Kebiasaan lainnya adalah tandang atau silaturahim ke sanak keluarga. Hanya dua kebiasaan di atas yang saya ingat dari emak, ketika beliau keluar dari rumah, dan satu kalipun saya belum pernah mengetahui beliau pergi ke pasar, padahal jarak tempuh dari rumah ke pasar hanya sekitar lima menit dengan jalan kaki pergi-pulang.

 Sebagai anak, sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengekspresikan rasa bakti dan hormat kita kepada kedua orang tua. Memandang dengan rasa kasih sayang dan bersikap lemah lembut kepada merekapun termasuk birrul walidain. Allah berfirman, “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.” (Al-Isra’:23) Dalam kitab “Adabul Mufrad, Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat bersumber dari Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir melalui Urwah, menjelaskan mengenai firman Allah : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.” Maka Urwah menerangkan bahwa kita seharusnya tunduk patuh di hadapan kedua orang tua sebagaimana senrang hamba sahaya tunduk patuh di hadapan majikan yang garang, bengis, lagi kasar.

Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah saw. Dia bersama seorang laki-laki lanjut usia. Rasulullah bertanya, ”Siapakah orang yang bersamamu?” Maka jawab laki-laki itu, “Ini ayahku”. Rasulullah kemudian bersabda, “Janganlah kamu berjalan di depannya, janganlah kamu duduk sebelum dia duduk, dan janganlah kamu memanggil namanya dengan sembarngan serta janganlah kamu menjadi penyebab dia mendapat cacian dari orang lain.” (Imam al-Thabari dalam kitab al-Ausath)

 Berbakti kepada orang tua tak terbatas ketika mereka masih hidup, tetapi bisa dilakukan setelah mereka wafat. Hal itu pernah ditanyakan oleh seorang sahabat kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah menjawab, “Yakni dengan mengirim doa dan memohonkan ampunan. Menepati janji dan nadzar yang pernah diikrarkan kedua orang tua, memelihara hubungan silaturahim serta memuliakan kawan dan kerabat orang taumu.” Demikian Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hiban meriwayatkan bersumber dari Abu Asid Malik bin Rabi’ah Ash-Sha’idi.

 Apa yang saya lakukan bersama isteri di atas adalah bagian dari ikhtiar untuk birrul walaidain. Tentu saja sama sekali belum cukup, ketika upaya memelihara kesenangan orang tua sebagai bentuk birrul walidain, kalau hanya dilakukan sekali-sekali. Untuk itu, tulisan ini saya buat semata-mata sebagai pengingat dan mencoba memelihara dan melakukan secara istiqamah sebagai kewajiban seorang anak untuk memenuhi hak-hak orang kedua orang tua. Semoga Allah swt senantiasa membimbing hati saya dan keluarga saya, amin ya Rabbal ’alamin. Wallahu a’lam bi al-shawab.

 Malang, 6 November 2012 HA. Muhtadi Ridwan

0 komentar:

Posting Komentar