Ada satu kata yang terblesit di hati sanubari setiap saya ketemu dan
berbincang dengan Prof. DR. H. Imam Suprayogo yang biasa saya panggil Pak Imam,
yaitu kata "menarik". Pertemuan yang penuh arti, tidak "muspro" (sia-sia). Selalu ada
saja yang baru, dan lebih dari itu menghentak hati bagi lawan bicaranya.
Seringkali tentang persoalan yang terlupakan oleh banyak orang, soal yang
dianggap kecil yang mungkin diremehkan orang lain.
Pak Imam memang sangat perhatian pada soal-soal kecil, karenanya beliau
juga sangat piawai menyelesaikan soal-soal besar. Orang bijak mengatakan, "jangan
biasakan meremehkan soal-soal kecil, agar bisa menyelesaikan yang besar".
Benar juga, karena wong menyelesaikan yang kecil saja tidak bisa apalagi yang
besar.
Oke kita tinggalkan dulu diskusi tentang bagaimana cara Pak Imam merespon
persoalan, karena terlalu banyak cerita dan pengalaman tentang hal tersebut dan
tentu akan saya tulis tersendiri pada tema dan/atau kesempatan lainnya.
Sekarang saya mencoba kembali pada soal solawat, yaitu solawat khusus buat
kampus kita tercinta, yang kita kenal dengan Solawat Irfan. Sekitar 16 tahun yang lalu (1997) Pak Imam pernah
menyampaikan kepada saya ; "Pak Muhtadi, Cak Nur (Nur Cholis Madjid)
kok minta saya banyak-banyak membaca solawat, sebenarnya solawat itu apa
?".
Saya sedikit kaget mendapat pertanyaan yang tidak saya duga itu, walaupun
cara seperti ini selalu dilakukan oleh Pak Imam ketika beliau mempunyai suatu ide;
disampaikan dulu secara informal kepada banyak orang, dan selalu diulang-ulang.
Maksudnya untuk mengetahui respon mereka, sebelum ide tersebut menjadi keputusan/kenyataan.
Pertanyaan yang terkesan sangat sederhana tetapi penuh makna tersebut saya
jawab sekenanya, "solawat itu dapat membikin hati ayem bagi setiap
orang yang membacanya".
Jawaban saya tadi ternyata mendapat respon positif dari Pak Imam yang
kemudian berujung keluar perintah yang juga tidak saya perkirakan, "yo
wis nek ngono, tolong jenengan damelaken solawat khusus kangge kampus
kita" (ya sudah kalau begitu,
tolong kamu buatkan solawat khusus untuk kampus kita) .
Dengan tersipu saya mencoba mengelak perintah tersebut sambil berkata dalam
hati; "kok rasanya saya belum pernah mendengar kalau sembarang orang
bisa (baca; boleh) mengarang solawat, justru yang saya tahu orang dengan kreteria
dan reputasi tertentu yang punya otoritas tersebut, bahkan melalui proses
"ijazah". Kata hati tersebut saya coba memberanikan diri mengungkapkan
secara lisan sebagai respon perintah yang sangat langka dan menarik dari
seorang yang terpublikasi di buku "Tokoh Berpengaruh di Jawa Timur”.
Dasar Pak Imam, yang menurut saya tergolong orang yang pantang menyerah dan
pantang gagal kalau punya kepinginan,
walaupun kelihatannya terdiam ketika mendengar jawaban saya, namun esok harinya
Pak Imam sudah menunjukkan konsep solawat kepada saya.
Konsep tersebut tertulis pada sobekan kertas buku tulis yang biasa dipakai
anak Sekolah Dasar, yang dibuat oleh Gus Rofiq, pemgasuh Pondok Pesantren
al-Fadloli Malang. Kemudian dibaca oleh bapak H. Ahmad Muhdlor (alm) dosen
senior fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, setelah Pak Imam menunjukkan
kepada beliau. Oleh Pak Haji kemudian dihaluskan bahasanya dan diberi nama "Solawat
Irfan". Solawat tersebut resmi sebagai solawat wajib kampus kita
tercinta sampai sekarang. Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bi al-Shawab.
0 komentar:
Posting Komentar