Ilmu dan juga
pengalaman sangat diperlukan bagi siapa saja yang ingin maju dan hidupnya
bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun buat orang lain. Keduanya tidak
hanya untuk kepentingan diri pemiliknya, tetapi juga kepentingan orang lain.
Ilmu dan pengalaman seperti itulah yang disebut ilmu yang bermanfaat. Agama
Islam mengajarkan kita seperti itu, tidak boleh dipakai sendiri, ditahan-tahan,
apalagi disembunyikan. Hikmahnya kemudian adalah si pemilik ilmu dan pengalaman tersebut akan semakin bertambah ilmu dan
pengalamannya. Hal ini juga berlaku buat pemilik harta, ketika sang pemilik
dengan sadar menyisihkan sebagian yang menjadi hak orang lain; fakir miskin
dan/atau siapa saja yang dalam kondisi sangat membutuhkan.
Bukti dari
ajaran tersebut, saya rasakan ketika beberapa waktu terakhir ini saya bersama
pasukan di Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim (UIN Maliki) Malang, berkah akreditasi institusi dengan predikat A
(2014), kedatangan tamu dan diminta datang untuk berbagi ilmu dan pengalaman
tentang Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) dan Akreditasi
Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) di beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam
(PTAI), baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Sesuai kesepakatan di
antara tim bahwa kita akan memberikan semua yang kita miliki dan dan tidak usah
khawatir, karena sekarang dan ke depan kita akan melakukan yang lebih dari yang
sudah pernah kita lakukan, berdasarkan tambahan ilmu dan pengalaman selama
keliling nusantara.
Peristiwa
menarik ini memang bagian dari cita-cita Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim (UIN Maliki) Malang yang dicanangkan sepuluh tahun yang lalu. Cita-cita
ingin menjadi “guru” dalam pengembangan perguruan tinggi di Indonesia. Tidak
hanya di lingkungan PTAI, tetapi juga perguruan tinggi umum. Pada tulisan ini,
khusus tentang pengembangan manajemen mutu (penjaminan mutu) dan peningkatan
status kelembagaan akademik yang dikenal dengan akraditasi Program Studi dan
Akreditasi institusi Perguruan Tinggi (AIPT). Kedua pekerjaan ini memang
menjadi kerja prioritas semua perguruan
tinggi di Indonesia, karena “mau tidak mau, suka tidak suka, khusus AIPT terakhir
10 Agustus 2014 semua PT, negeri dan swasta wajib mengajukan berkas AIPT ke
BAN-PT”.
Saya bisa
bayangkan, betapa sibuknya BAN-PT, karena di Indonesia terdapat 3.623 PT yang
akan mengajukan AIPT. Menurut data yang saya peroleh dari situs Dirjen Dikti
Kemendikbud. dan situs Dirjen Pendis Kemenag jumlah PT secara keseluruhan ada
3697; PT Umum 104 berstatus negeri, 2912 swasta, dan PTAI 53 berstatus negeri,
628 swasta. Dari sejumlah PT tersebut 74 status terakreditasi; 18 PT peringkat
A, 43 PT peringkat B, dan 13 PT peringkat C. Dari 18 PT yang mendapatkan AIPT
peringkat A adalah UIN Maliki Malang dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk PT kategori PTAI. Karena prestasi inilah kemudian UIN Maliki Malang wajib
menularkan ilmu dan pengalaman, khususnya di bidang akreditasi, baik prodi
maupun institusi.
Berdasarkan
pengalaman ketika sharing pengembangan tentang Penjaminan Mutu dan persiapan
akreditas (Prodi dan Institusi) di perguruan tinggi sejawat, dapat ditemukan
bahwa rata-rata mengalami dua problem; pertama; problem ketersediaan dokumen
dan kedua; problem soliditas tim. Untuk problem dokumen ditemui 3
masalah; ada kegiatan tetapi tidak ada dokumen, ada kegiatan dan ada dokumen
tetapi tidak ditemukan, dan ada kegiatan berikut dokumennya tetapi tidak
boleh/tidak bisa diakses.
Problem yang
pertama; soal dokumen tidak akan terjadi kalau pengelolaan semua kegiatan
diatur secara baik. Inti dari kegiatan yang dilakukan di sebuah institusi
perguruan tinggi ada empat macam yang
tergambar pada Tri Dharma PT (PendidikaN dan Pengajaran, Penelitian, dan
Pengabdian Masyarakat) dan kegiatan supporting atau pendukungnya, termasuk di
dalamnya kegiatan administratif dokumenter. Semua kegiatan tersebut secara umum
dilakukan secara kelembagaan, yakni yang
diatur, dilakukan dan dipertanggung jawabkan oleh lembaga tertentu dan kegiatan
individual seperti kegiatan dosen dan mahasiswa. Kegiatan dosen dan mahasiswa,
walaupun sifatnya individual, namun masih sangat terkait dengan lembaga
tertentu, artinya disamping menjadi tanggung jawab secara individual juga
menjadi tanggung jawab institusi.
Untuk
mengatasi problem dokumentasi tersebut mungkin bisa dilakukan dengan; pertama;
setiap kegiatan, baik yang bersifat kelembagaan maupun individual harus
diketahui dan dilaporkan secara periodik berupa progres report per
semester atau per tahun. Progres report tersebut disamping disimpan/dimiliki
masing-masing lembaga atau individu sebagai user dokumen juga harus disetor
atau dilaporkan kepada unit arsiparis. Kedua; dipastikan tersedia unit khusus
yang menangani dokumen (unit arsiparis di tingkat universitas). Unit tersebut
berfungsi sebagai pusat bank data dan harus secara aktif mengatur mekanisme
dokumentasi. Unit arsiparis juga bisa
dibentuk di fakultas dan lembaga dengan tugas menampung dan kemudian
menyetorkan dokumen ke unit arsiparis universitas. Teknisnya, dapat dibangun
sistem arsiparis atau sistem dokumentasi berbasis on-line atau digital
sistem.
Problem
yang kedua; soliditas tim juga tidak akan terjadi kalau semua sivitas
akademika berkomitment secara sungguh-sungguh untuk membangun budaya mutu dalam
rangka meningkatkan pelayanan yang terbaik dan kesadaran akan tanggung jawab
mengemban amanah masyarakat. Cara sederhananya adalah masing-masing berusaha
memahami secara benar tugas pokok dan fungsinya, disamping mencoba membangun
model komunikasi yang baik dan menyenangkan, baik dalam tugas maupun di luar
tugas.
Dalam kontek
membangun budaya mutu, sebagai pimpinan harus berusaha menciptakan suasana
kerja yang kondusif disamping juga mengarahkan juga memberi apresiasi hasil
kerja bawahannya. Sebagai bawahan harus fokus pada tugas pokoknya dan tidak
selalu berharap pada pemberian perhatian dan penghargaan dari siapapun, karena
hasil kinerja seseorang akan secara otomatis melahirkan rasa empati orang lain,
termasuk pimpinan yang mempunyai otoritas itu. Otoritas mengarahkan,
menciptakan, dan memperhatikan serta memikirkan kebutuhan bawahannya.
Wallahu
a’lam bi al-Shawab.
Malang, 26
Juni 2014
0 komentar:
Posting Komentar