Selama menjadi staf, seingat saya hanya sekali terkena marah secara langsung, itupun akibat saya tidak bisa menterjemahkan apa yang belaiu harapkan. Luapan kemarahannya juga sangat tersirat diantara cerita-cerita dan panjang kali lebarnya kata-kata beliau yang kurang lebih selama 1 jam memarahi saya yang juga tidak terasa kalau sedang dimarahi.
Disini uniknya Abah (begitu kami semua memanggilnya) seringkali saya dibuat berfikir keras untuk menerjemahkan apa yang beliau suruh/perintah. Dengan bahasa sindiran, kiasan ataupun secara panjang lebar dahulu untuk mengutarakan sesuatu.
Biasanya saya hanya menjawab : ngeh bah???, setelah itu saya usahakan pergi untuk berfikir apa yang beliau maksudkan atau bertanya kepada kawan-kawan staf yang lain tentang topic yang sedang dibicarakan hari itu.
Ketika saya dipanggil untuk keruangan beliau ataupun beliau yang menghampiri saya, pikiran saya selalu bersiap-siap untuk menerjemahkan kemana arah peembicaraan yang belau maksudkan. Dan saya berusaha membuat banyak kemungkinan-kemungkinan difikiran akan arah perintah ataupun guyonan yang dimaksud.
Secara pribadi saya memang orang tekhnis yang selalu menerima perintah-perintah dengan jelas, lengkap dengan petunjuk-petunjuk yang terperinci. Tapi ketika saya menerima perintah yang membutuhkan analisis saya seringkali kerepotan dengan berusaha menerka-nerka kata demi kata yang terkadang saya bisa memaknainya dengan ganda menurut pikiran saya sendiri.
Suatu saat pernah saya mencoba untuk menanyakan ulang pucapan/perintah yang diberikan dengan maksud supaya saya tidak menghabiskan waktu untuk berfikir ulang. Tapi dasar untung takbisa diraih saya pun malah dihujani banyak pertanyaan-pertanyaa dan cerita-cerita yang lebih panjang dan lebih lebar dari biasanya. Meskipun begitu saya bersukur karena juga mendapat banyak pengetahuan yang beberapa diantaranya saya tidak pernah tau bahkan dari bangku perkuliahan.
Begitulah sosok yang saya kenal dari seorang HA. Muhtadi Ridwan selam kurang-lebih 4 tahun menjadi salah-satu stafnya. Pribadinya yang hangat dan bersahaja membuat saya terutama begitupun kawan-kawan staf yang lain lebih menganggapnya sebagai seorang bapak bukan pimpinan atau dekan. Selalu berkelakar ringan dimana kami (para staf biasa ngerumpi di pos satpam fakultas) serta tidak ada rasa “jijik” untuk meminum secangkir kopi yang kami minum bersama.
Terakhir saya senantiasa mohon maaf bila selama menjadi staf saya tidak bisa seperti yang Abah harapkan.
(Oleh : Slamet Setiawan)
Staf Akademik Jurusan Akuntansi
Sumber : Buku Sang Inspirator
0 komentar:
Posting Komentar